Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee
Menulis itu bukanlah ilmu, melainkan lebih pada keterampilan. Meski begitu, keduanya memiliki kesepadanan dalam proses, yaitu sama-sama butuh ketekunan dan usaha yang berkesinambungan. Tapi, perbedaannya yang mencuat ialah soal upaya mewadahinya. Beda halnya dengan ilmu, keterampilan dalam menulis amat membutuhkan wadah berupa komunitas.
Itulah yang melandasi tergabungnya beberapa mahasiswa Instika ke dalam komunitas penulis yang dibentuk oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Instika. Pembentukan yang bertempat di kantin Kampus Putih pada Senin pagi (9/5) yang lalu tersebut bekerja sama dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Guluk-Guluk. Sebab, delapan belas mahasiswa yang tergabung di dalamnya ialah kader PMII yang beberapa hari sebelumnya digembleng dalam pelatihan kader dasar (PKD) selama empat hari, 3-6 Mei 2011 di Duko, Rubaru, Sumenep. Pada akhir pelatihan itulah peserta yang berminat terhadap kepenulisan diberi kesempatan mendaftar kepada panitia.
Adalah lima orang pengurus LPM yang menjadi pembimbing dalam komunitas penulis itu. Hal tersebut memang bagian dari proses kaderisasi di LPM dan PMII yang telah bergulir lama dan dijalankan secara berkesinambungan setiap kepengurusan baru. Belasan peserta itu nantinya akan disaring untuk dimagangkan di LPM. Tentu, itu diberlakukan setelah melalui proses pematangan yang memakan waktu sekitar tiga bulan.
Masing-masing pembimbing menangani tiga dan atau empat orang peserta. Rekrutmen peserta ini nantinya akan menitiktekankan pada praktik daripada sebatas teori kepenulisan. Menulis adalah berperang, membaca adalah senjatanya, dan diskusi adalah strateginya merupakan slogan yang menjadi pilihan mereka. Alhasil, peserta sudah sepakat untuk menyetor tulisan tiap hari minimal satu halaman kertas folio bergaris kepada para pembimbing.
Selain itu, pertemuan di kantin itu diisi dengan orasi kepenulisan oleh ketua LPM Instika yang menitikberatkan pada komitmen dalam diri seseorang yang punya hasrat menjadi penulis dengan bergabung dalam komunitas penulis. Menurutnya, mereka yang sudah menyatakan sanggup mematuhi aturan main di dalamnya harus menanggung segala konsekuensi. Misalnya suatu hari tak sempat menyetor tulisan, maka hari berikutnya ia harus menggantinya. Bila tidak, itu sudah dipandang sebagai bentuk lain dari pengkhianatan akademis.
Lebih dari itu, lanjut ketua LPM, menulis adalah pembebasan. Bukan hanya kebebasan. Taruhlah amsal penindasan sosial yang dilakukan secara sistematis oleh praktisi partai dan atau pejabat. Karena mereka memiliki kekuatan struktur, tentu agak sulit melawannya. Mereka masih kuasa membangun benteng diri. Namun, benteng tersebut tidaklah sulit ditembus melalui kekuatan dari tulisan. Di situlah, menulis sebagai pembebasan menemukan titik pijaknya.
Usai orasi kepenulisan, peserta diberi kesempatan untuk bertukar pengalaman terkait dengan dunia kepenulisan mereka. Tak sedikit keluhan yang mereka utarakan. Mulai dari sulitnya merangkai kalimat menjadi paragraf, mengembangkan paragraf, hingga betapa sulitnya mendapatkan ide. Dalam pada itu, para membimbing memberikan beberapa solusi alternatif yang berdasar pada pengalaman mereka selama menekuni dunia kepenulisan. Dari itu, keharmonisan antara pembimbing dengan peserta tampak mengagumkan sekali.
Sebagai tindak lanjut dari pembentukan komunitas penulis itu, Selasa siang (10/5), diadakan pertemuan perdana di kantor komisariat PMII Guluk-Guluk yang diformat dengan penyampaian materi kepenulisan secara kolektif. Ketua LPM Instika didaulat sebagai pembicara. Materi yang disampaikan masih berkutat pada teknik menulis artikel atau opini. Ketua PMII Guluk-Guluk, Ach. Danial, juga hadir pada kesempatan itu.
Minggu, Mei 15, 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar