Baru pada pukul 21.00 WIB, acara bincang santai yang ditempatkan di aula Madaris 3 Annuqayah itu dimulai. Acara dibuka oleh tuan rumah sekaligus teman sejawat Afrizal dalam dunia sastra, yaitu K.M. Faizi, M. Hum. Dalam pengantarnya, ia membacakan sebuah puisi Afrizal Malna yang berjudul Dalam Gereja Munster. Ia juga memaparkan beberapa karya Afrizal, di antaranya: Abad Yang Berlari, Kalung Dari Teman, dan lain sebagainya.
“Dia adalah salah satu ikon sastra di Indonesia. Dan pada malam ini kita bisa berbincang santai dengannya,” ungkap K.M. Faizi.
Setelah itu, Afrizal membagikan seabrek pengalamannya tentang dunia kepenyairan. Tentang bagaimana memilih diksi, metafora, intuisi dan masih banyak yang lainnya. Dalam menangkap sebuah bahasa, ia menggambarkan pada sebuah novel yang berkisah tentang gadis buta yang membaca alam dan menghapalkan bunyi-bunyian lalu di tuang dalam bentuk bahasa.
Ia juga memaparkan tentang bagaimana cara membuat puisi supaya penulis bisa produktif. Menurutnya, segala benda bisa dipuisikan, tergantung bagaimana cara kita memandang benda itu dari sisi lain yang orang tidak pernah atau jarang memandangnya.
“Dalam menciptakan puisi, kita butuh keheranan. Apa pentingnya keheranan? Keheranan perlu untuk membuat puisi dengan meninggalkan fungsinya. Contohnya, ini adalah asbak, siapa yang tidak tahu kalau fungsinya sebagai tempat puntung rokok. Tapi, kalau saya taruh di kepala saya, pasti ada kesan beda kan,” ucapnya. Lalu ia menaruh asbak itu di atas kepala plontosnya.
Selesai acara, Afrizal Malna bermalam di Annuqayah dan esok harinya langsung kembali ke Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar