Guluk-Guluk—Pondok
Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep seakan selalu haus prestasi. Belum
genap seperempat perjalanan di tahun 2012, pesantren yang berdiri pada 1887 ini
telah memperoleh banyak piala yang disumbangkan oleh para santri yang menimba
ilmu di dalamnya.
Baru-baru
ini, Annuqayah kembali menuai prestasi. Ia menyabet 3 piala dalam Olimpiade Sains
& Seni Pesantren 2012. Ajang bergengsi tersebut digelar oleh CCSMoRA
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dari 17 sampai 18 Maret 2012,
diikuti 360-an santri dari berbagai pesantren di Jawa Timur.
“Di
antaranya adalah Pesantren Mamba’us Sholihin Gersik, Al-Amien Prenduan Sumenep,
Mamba’ul Ulum Jember, dan masih banyak lagi. Alhamdulillah, Annuqayah membawa
pulang 3 piala,” tutur pembina lomba dalam bidang pidato bahasa Arab Annuqayah, Ibnu Hajar, saat
dihubungi Rabu (21/3) pagi.
Tiga piala tersebut berhasil
diraih oleh Moh Ainur Ridha (juara 2 Khitobah Arabiyah), Abdurrahman Junaidi
(harapan 1 Tilawatil Qur’an), dan Mohammad Farid (harapan 2 Tilawatil Qur’an). Kesemuanya
adalah santri Annuqayah daerah Latee.
Selain Ibnu Hajar, yang juga
menjadi pembina lomba Annuqayah adalah Hikmatun (bahasa Arab), M Lutfi (bahasa
Inggris) serta Harun Adiyanto dan
Shofwatul Husna (MTQ).
Adapun jenis lomba yang digelar
meliputi MTQ (Tartilul Qur’an, Tilawatil Qur’an, Tahfidhul Qur’an, Khattil Qur’an),
Khitobah Arabiyah, Khitobah Injiliziyah, Sains (Fisika & Matematika).
Delapan belas santri mewakili Annuqayah untuk berkompetisi dalam MTQ, Khitobah
Arabiyah, dan Khitobah Injiliziyah.
“Semoga prestasi ini bisa
menjadi penyemangat bagi para santri Annuqayah untuk menuai prestasi lebih
banyak lagi pada lomba-lomba berikutnya,” ujar Ibnu Hajar penuh pengharapan.
Penuh Kendala
Harun Adiyanto mengungkapkan,
untuk meraih prestasi tersebut tidak semudah mengedipkan mata. Banyak kendala
yang merintanginya.
Menurut ketua Lembaga
Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Annuqayah itu, di samping pesaing lomba
yang tergolong para santri hebat dari ragam pesantren se-Jawa Timur, setidaknya
terdapat 3 kendala: dana, peserta, dan tempat.
“Dana yang kami keluarkan nyaris
3 juta. Awalnya kami mengira dana tersebut sepenuhnya akan disokong oleh
pesantren. Tapi ternyata, Annuqayah hanya memberi suntikan dana sebesar Rp 600
ribu,” ujar Harun Adiyanto.
Kekurangan dana tersebut tidak
menyebabkan para santri yang ingin ikut lomba patah semangat. Mereka rela
menyisihkan uang pribadinya demi mengharumkan nama Annuqayah.
“Sayangnya, dari 21 santri yang
akan ikut, 3 orang mengundurkan diri. Padahal sudah didaftarkan. Kami pun rugi.
Ini yang saya maksud kendala peserta. Tapi saya memaklumi karena mereka memang
tidak punya uang untuk biaya transportasi dan makan selama 2 hari 3 malam di
Surabaya,” ungkap Harun.
Padahal, tambahnya, ketiga
santri tersebut dipandang sangat potensial untuk bisa juara. Kendati demikian,
Harun dan para pendamping lomba lainnya memaklumi kondisi keuangan Annuqayah
saat ini.
“Kas Annuqayah sekarang sedang
tutup tahun. Dan saldo pesantren sedang mengalami defisit,” kata ketua pengurus Annuqayah, KH A Hanif Hasan.
Kiai Hanif menambahkan,
pesantren tetap menanggung biaya pendaftaran demi menjaga nama baik Annuqayah.
Di samping pula tentu agar santri tambah semangat mengembangkan kemampuan dirinya.
Berkenaan dengan kendala tempat,
Harun menyatakan belum sama sekali ke ITS Surabaya. Akibatnya, para peserta
lomba yang berangkat sehari sebelum acara kebingunan mencari tempat lomba.
Banyak waktu terkuras habis percuma. Untungnya, mereka bertemu dengan salah
satu alumnus Pustakawan Annuqayah Latee yang kuliah di ITS Surabaya, Taufiq.
Taufiq-lah yang kemudian membantu
santri Annuqayah tersebut sehingga bisa tiba di tempat lomba dengan selamat.
Lebih lanjut Harun memerinci pembiayaan dari keikutsertaan lomba di
atas: pendaftaran Rp 735 ribu, transportasi Rp 2.250.000, dan makan Rp 700
ribuan. Sekali lagi, kata Harun, kekurangan dana dari pesantren ditanggung
sepenuhnya oleh peserta lomba.
“Bahkan, kedua juara
(Abdurrahman Junaidi dan
Mohammad Farid) menggunakan uang sendiri untuk mendaftar,” bebernya.
Meski begitu, Harun tetap
merasa bangga dengan perhatian pesantren yang sedari awal tetap tinggi.
Sekalipun harus diakui perlu peningkatan dalam mendukung santri yang punya
semangat tinggi mengharumkan nama Annuqayah dalam pentas lomba-lomba bergengsi.
Kesan Berharga
Selaku pendamping utama dalam
lomba Khitobah Arabiyah dan MTQ, Hajar
dan Harun menyatakan sangat berkesan mendampingi para santri menggapai
prestasi.
“Secara pribadi, saya sangat
bersyukur dan tentu bangga karena Annuqayah hingga kini masih mampu
mempertahankan prestasi dalam bidang bahasa Arab,” ujar Hajar yang di paruh
2011 kemarin didaulat sebagai juara 1 Debat Bahasa Arab Internasional tingkat
mahasiswa di UIN Maliki Malang.
Harun tak kalah bangganya. Dia
tidak menyangka 2 santri yang diutus atas nama LPTQ Annuqayah bisa menyabet
piala.
“LPTQ baru berdiri 1 Muharram
1433 H. Alhamdulillah, kedua santri tersebut yang baru menjadi anggota LPTQ dan
baru sekarang pengalaman ikut lomba bisa membuahkan hasil yang membanggakan,”
tegasnya.
Atas semua itu, Harun dan Hajar
melakukan evaluasi dari pengalaman lomba di ITS Surabaya. Para santri yang
juara maupun yang belum dapat mengetahui apa saja kekurangan yang mesti mereka
benahi.
“Menjaga semangat mereka adalah
segalanya bagi kami,” tagas Hajar dengan senyuman khasnya.
3 komentar:
Salam semangat selalu membara!
Gwaaahhh....! aku iri, aku iri.
Jong Annuqayah,
siaaaaaap grak!
Ayo yang lain juga ikutan
Istirahat di tempaaaaaat grak!
Harumkan nama "ANNUQAYAH"
langkah tegak majuuuuuu jalan!!
Posting Komentar