Umarul Faruq, PPA Latee
Guluk-Guluk—Berawal dari keresahan pengasuh PP
Annuqayah Latee, KH Ahmad Basyir AS, terhadap menurunnya kemampuan santri dalam
membaca al-Qur’an, Madrasah Diniyah hampir saja mengalami perombakan total. Pengasuh menginginkan Madrasah Diniyah dikonsentrasikan untuk
pembelajaran al-Qur’an.
Akan tetapi dalam hal ini pengurus menyikapi dengan cara yang
berbeda. Faishal Khair, wakil kepala Madrasah Diniyah Latee, memperjuangkan
agar sistem yang telah
tertata rapi di Madrasah Diniyah tidak diubah. Oleh karena itu, dia sowan ke
pengasuh dan pada akhirnya muncul ide untuk membuat Madrasah al-Qur’an sebagai
ganti dari pengajian al-Qur’an setelah
shubuh.
Munculnya ide ini bukan tanpa alasan. Pengurus melihat bahwa
merombak sistem Madrasah
Diniyah yang sudah mapan bukanlah keputusan yang tepat. Oleh karena itu, mengubah
sistem
pembelajaran al-Qur’an merupakan
langkah yang lebih baik.
Menurut Ach.
Zairi, koordinator
Departemen Pengajian al-Qur’an dan Kitab
Kuning, pengajian al-Qur’an yang selama
ini berjalan setiap setelah shubuh tidak efisien. Banyak santri yang tidur dan
tidak mengaji al-Qur’an karena malas
atau pembimbingnya tidak ada. Langkah yang dilakukan kemudian ialah mengubah pengajian al-Qur’an menjadi
Madrasah al-Qur’an. Dengan
demikian diharapkan pembelajaran al-Qur’an di PP Annuqayah Latee lebih tertata dan efisien.
Sesuai dengan namanya, Madrasah al-Qur’an
tidak hanya diisi dengan kegiatan membaca al-Qur’an secara tadarus seperti di pengajian
al-Qur’an pada umumnya. Tetapi juga diperkaya
dengan materi tajwid, bimbingan tartil, dan kajian makna al-Qur’an. Madrasah
ini mulai aktif sejak hari Rabu (29/2) kemarin dan dilaksanakan setiap pagi setelah jama’ah shubuh. Siswanya ialah
semua santri Latee kecuali yang telah mengaji ke pengasuh atau dewan pengasuh,
pengurus pusat dan pengurus rayon, serta santri yang tinggal di daerah otonom
seperti Lembaga Tahfidhil Qur’an, English Area Latee, dan Darul Lughah.
Dalam realisasinya, Madrasah al-Qur’an ini dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu: Mubtadi’, Mutawassith, dan Mutaqaddim. Di tingkat Mubtadi’ ada 12 kelas dari kelas A sampai N, di
Mutawassith ada 8 kelas dari A sampai H, sedangkan di Mutaqaddim hanya ada 4
kelas, yaitu A sampai D. Jadi total ada 24 kelas dan dibimbing oleh 31 orang
tenaga pengajar.
Pembagian santri
pada beberapa tingkatan dilakukan dengan tes seleksi yang dilaksanakan secara
bertahap selama 2 malam, yaitu malam Selasa (20/2) dan malam Rabu (21/2) yang lalu.
Setiap kali masuk, siswa diabsen seperti di madrasah pada umumnya. Bagi
siswa yang dalam satu bulan alpanya lebih dari empat kali akan mendapatkan
sanksi dari pengurus. Hanya saja, walaupun pembelajaran al-Qur’an ini diformat
dalam bentuk madrasah, sampai
saat ini masih belum ada kejelasan apakah Madrasah al-Qur’an ini juga akan
ditindaklanjuti dengan adanya ujian semester dan kenaikan kelas serta haflatul
imtihan. Jadi, untuk sementara, jangan harap ada ranking kelas, apalagi siswa teladan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar