Jumat, Januari 10, 2014

MA Tahfidh Kembali Hidupkan Tradisi Bahtsul Masail



Taufiqurrahman, PPA Lubangsa

Guluk-Guluk—Selasa (07/01) lalu, suasana kelas XII MA Tahfidh Annuqayah tampak berbeda. Mulai dari jam kedua sampai jam ketiga, kegiatan belajar-mengajar di kelas ini diganti dengan kegiatan Bahtsul Masail. Kelas XII yang terdiri dari dua kelas paralel, A dan B, digabung dalam satu ruangan untuk mengikuti kegiatan Bahtsul Masail tersebut.

Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 10:00 WIB itu memang sudah direncanakan satu minggu sebelumnya oleh K. Hesbullah, M.Pd.I, Waka Kurikulum yang sekaligus guru pengajar materi Fiqh.

“Seminggu yang lalu, K. Hesbullah sudah menyampaikan kepada teman-teman di kelas bahwa pada hari ini khusus untuk kelas XII akan diadakan Bahtsul Masail,” ungkap Moh. Mizan Asrori, salah satu siswa kelas XII A.

Mendengar rencana itu, seluruh siswa kelas XII mempersiapkan diri untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan tersebut. Waktu selama satu minggu mereka gunakan untuk mempelajari kitab-kitab fiqh klasik dalam rangka mencari jawaban terhadap persoalan yang akan dibahas.

“Selain itu, K. Hesbul juga menyampaikan pokok permasalahan yang akan dibahas pada forum Bahtsul Masail kali ini sehingga saya dan teman-teman yang lain dapat mencari keterangan dari para ulama tentang persoalan itu dalam kitab-kitab fiqh semampu kami,” aku Moh. Mizan seusai mengikuti kegiatan Bahtsul Masail tersebut.

Persoalan yang dibahas dalam Bahtsul Masail tersebut adalah masalah-masalah aktual yang memang terjadi di masyarakat dan membutuhkan kejelasan tentang status hukumnya menurut perspektif hukum Islam. Persoalan tersebut adalah kawin lari, menulis ayat al-Qur’an dalam keadaan ‘hadats kecil’, dan yang terakhir salam lintas agama, seperti mengucapkan “Selamat Natal”.

Menurut kepala MA Tahfidh Drs. K.H. M. Syafi’ie Anshari, kegiatan Bahtsul Masail sebenarnya merupakan tradisi ilmiah yang mulai sejak dahulu memang dikembangkan di lingkungan MA Tahfidh. Namun, karena beberapa hal, beberapa tahun terakhir ini sempat tidak terlaksana.

“Dan pada tahun ini kami ingin menghidupkan kembali tradisi yang sempat ‘mati’ itu,” ungkap beliau saat diwawancarai di kantor sekolah.

Selain itu, Bahtsul Masail juga masuk dalam rancangan kurikulum sekolah yang berbasis keagamaan tersebut. Hal itu disampaikan oleh K. Hesbul sebagai Waka Kurikulum MA Tahfidh.

“Kegiatan Bahtsul Masail ini sebenarnya merupakan amanat kurikulum MA Tahfidh yang semestinya dilaksanakan minimal tiga kali dalam satu semester,” akunya saat ditanya oleh kami seusai kegiatan itu berlangsung.

Dengan kegiatan Bahtsul Masail ini, MA Tahfidh bermaksud untuk mendidik siswa-siwanya agar bisa menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat yang menyangkut dengan masalah agama.

“Karena MA Tahfidh ini adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Annuqayah dengan program khusus keagamaan, maka kegiatan semacam Bahtsul Masail ini penting untuk dimasukkan dalam kurikulum dengan tujuan agar para siswa nantinya bisa menjawab persoalan-persoalan keagamaan yang terjadi masyarakat akar rumput,”ungkap Waka Kesiswaan K.H. Dauri, S.Ag.

“Dan hal ini juga sesuai dengan keberadaan pesantren yang lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat,” imbuhnya.

Selain itu, guru yang berasal dari Kecamatan Lenteng itu berharap agar kegiatan Bahtsul Masail juga dilaksanakan pondok pesantren daerah yang berada di bawah naungan Annuqayah, agar santri-santri Annuqayah bisa siap pakai ketika pulang ke rumahnya masing-masing dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakatnya.

Tidak ada komentar: