Taufiqurrahman,
PPA Lubangsa
Guluk-Guluk—Selasa
(07/01) lalu, suasana kelas XII MA Tahfidh Annuqayah tampak berbeda. Mulai dari
jam kedua sampai jam ketiga, kegiatan belajar-mengajar di kelas ini diganti
dengan kegiatan Bahtsul Masail. Kelas XII yang terdiri
dari dua kelas paralel, A dan B, digabung dalam satu ruangan untuk mengikuti kegiatan
Bahtsul Masail tersebut.
Kegiatan
yang dimulai sekitar pukul 10:00 WIB itu memang sudah direncanakan satu minggu
sebelumnya oleh K. Hesbullah, M.Pd.I, Waka Kurikulum yang sekaligus guru pengajar
materi Fiqh.
“Seminggu
yang lalu, K. Hesbullah sudah menyampaikan kepada teman-teman di kelas bahwa
pada hari ini khusus untuk kelas XII akan diadakan Bahtsul Masail,” ungkap Moh.
Mizan Asrori, salah satu siswa kelas XII A.
Mendengar
rencana itu, seluruh siswa kelas XII mempersiapkan diri untuk ikut serta secara
aktif dalam kegiatan tersebut. Waktu selama satu minggu mereka gunakan untuk mempelajari
kitab-kitab fiqh klasik dalam rangka mencari jawaban terhadap persoalan yang
akan dibahas.
“Selain itu,
K. Hesbul juga menyampaikan pokok permasalahan yang akan dibahas pada forum
Bahtsul Masail kali ini sehingga saya dan teman-teman yang lain dapat mencari keterangan
dari para ulama tentang persoalan itu dalam kitab-kitab fiqh semampu kami,” aku
Moh. Mizan seusai mengikuti kegiatan Bahtsul Masail tersebut.
Persoalan
yang dibahas dalam Bahtsul Masail tersebut adalah masalah-masalah aktual yang
memang terjadi di masyarakat dan membutuhkan kejelasan tentang status hukumnya
menurut perspektif hukum Islam. Persoalan tersebut adalah kawin lari, menulis
ayat al-Qur’an dalam keadaan ‘hadats kecil’, dan yang terakhir salam lintas
agama, seperti mengucapkan “Selamat Natal”.
Menurut
kepala MA Tahfidh Drs. K.H. M. Syafi’ie Anshari, kegiatan Bahtsul Masail
sebenarnya merupakan tradisi ilmiah yang mulai sejak dahulu memang dikembangkan
di lingkungan MA Tahfidh. Namun, karena beberapa hal, beberapa tahun terakhir
ini sempat tidak terlaksana.
“Dan pada
tahun ini kami ingin menghidupkan kembali tradisi yang sempat ‘mati’ itu,” ungkap
beliau saat diwawancarai di kantor sekolah.
Selain itu,
Bahtsul Masail juga masuk dalam rancangan kurikulum sekolah yang berbasis
keagamaan tersebut. Hal itu disampaikan oleh K. Hesbul sebagai Waka Kurikulum
MA Tahfidh.
“Kegiatan
Bahtsul Masail ini sebenarnya merupakan amanat kurikulum MA Tahfidh yang
semestinya dilaksanakan minimal tiga kali dalam satu semester,” akunya saat
ditanya oleh kami seusai kegiatan itu berlangsung.
Dengan
kegiatan Bahtsul Masail ini, MA Tahfidh bermaksud untuk mendidik siswa-siwanya
agar bisa menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat yang
menyangkut dengan masalah agama.
“Karena MA
Tahfidh ini adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Pondok
Pesantren Annuqayah dengan program khusus keagamaan, maka kegiatan semacam
Bahtsul Masail ini penting untuk dimasukkan dalam kurikulum dengan tujuan agar
para siswa nantinya bisa menjawab persoalan-persoalan keagamaan yang terjadi
masyarakat akar rumput,”ungkap Waka Kesiswaan K.H. Dauri, S.Ag.
“Dan hal ini
juga sesuai dengan keberadaan pesantren yang lahir dari masyarakat dan untuk
masyarakat,” imbuhnya.
Selain itu, guru
yang berasal dari Kecamatan Lenteng itu berharap agar kegiatan Bahtsul Masail
juga dilaksanakan pondok pesantren daerah yang berada di bawah naungan
Annuqayah, agar santri-santri Annuqayah bisa siap pakai ketika pulang ke
rumahnya masing-masing dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar