Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee
Guluk-Guluk—Sudah menjadi tradisi, tiap kali LPM Instika akan menerbitkan majalah, pelatihan investigasi merupakan rangkaian awal kegiatannya. Para pengurus, baik senior maupun yunior, lumrahnya dikarantina selama tiga hari. Keterampilan yang diperoleh selama pelatihan bakal menjadi bekal tatkala terjun ke lapangan, tepatnya ketika memburu data.
Dari hari Rabu siang sampai Jumat sore (29-31/12), bertempat di gedung baru lantai II Instika, pelatihan tersebut digelar kembali. Investigator majalah KRITIS Sumenep, M Thabri, tampil sebagai trainer. Lima belas pengurus LPM Instika masa khidmat 2010/2011 dituntut aktif selama pelatihan itu berlangsung.
Membangkitkan kesadaran serta menggenjot kepekaan dan daya kritis terhadap problematika sosial merupakan intisari dari pelatihan ini. Itulah yang membingkai data-data yang dijadikan bahan penerbitan majalah Fajar-LPM Instika selama ini. Majalah kampus yang telah terbit 16 edisi tersebut banyak yang mengapresiasi. Salah satunya Darmaningtyas, saat berkunjung ke PP Annuqayah beberapa bulan lalu. Apresiasi itu muncul karena majalah Fajar dipandang mampu menguak problem sosial yang selama ini cenderung diabaikan oleh media massa.
Jadwal pelatihan ini terbilang padat. Siang hari hanya istirahat ketika mau mandi, makan dan shalat. Malam hari dimulai dari pukul 20.00 WIB sampai 00.00 WIB. Meski begitu, para peserta tetap semangat mengikuti bimbingan M Thabri. Mereka sudah bertekad berlatih dengan serius demi masa depan bangsa.
Hari pertama, pelatihan lebih difokuskan pada teori-teori yang berkenaan dengan jurnalisme investigasi. Hari kedua, para peserta diarahkan mengkaji ulang masalah-masalah sosial yang sudah terangkum dalam majalah Fajar. Selanjutnya pada hari ketiga, pelatihan lebih difokuskan pada pembuatan outline majalah Fajar edisi ke-17.
Menurut M Thabri, setidaknya ada lima elemen yang harus dipenuhi dalam jurnalisme investigasi. Yaitu, mengungkapkan kejahatan terhadap publik atau tindakan yang merugikan orang lain; skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi secara luas atau sistematis (ada kaitan atau benang merah); menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan memetakan persoalan dengan gamblang; mendudukkan aktor-aktor yang terlibat secara lugas, didukung dengan bukti-bukti kuat; publik bisa memahami kompleksitas masalah yang dilaporkan dan bisa membuat keputusan atau perubahan berdasarkan laporan itu.
Tanpa kelima elemen tersebut, sebuah laporan panjang barangkali hanya bisa disebut sebagai laporan mendalam (in depth reporting). Dan, hal itu bukan termasuk jurnalisme investigasi melainkan sebatas penelitian saja.
Selain itu, M Thabri mengingatkan bahwa laporan investigasi sepatutnya dikembangkan dari hasil temuan-temuan sendiri, daripada mengekor hasil investigasi pihak lain. Sebab, ada perbedaan besar antara membuat liputan investigasi dengan memberitakan hasil investigasi (polisi, jaksa, atau KPK). Ada perbedaan besar antara melakukan investigasi dalam kasus pembunuhan yang diduga melibatkan Antasari Azhar dengan memberitakan hasil investigasi polisi dalam kasus tersebut.
“Kita perlu kembali meluruskan kesalahpahaman ini. Ada liputan-liputan yang sebenarnya hanya melaporkan hasil investigasi aparat hukum, lalu disebut sebagai liputan investigasi. Ini adalah kerancuan yang biasanya banyak terjadi dalam berita-berita korupsi atau kriminal,” ujarnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar