Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee
Di awal tahun (1/1) ini, bertempat di gedung diniyah lantai II, santri PP Annuqayah Latee yang berstatus mahasiswa dan tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Latee (FKML) mengadakan pertemuan guna merumuskan gerakan yang bakal mewarnai organisasi yang berdiri 14 Desember 2010 itu. Mereka merajut kesadaran bahwa mahasiswa harus menjadi kekuatan sosial (sosial force) sebagaimana dielu-elukan selama ini, baik oleh mahasiswa sendiri maupun penilaian yang disematkan oleh masyarakat luas.
Visi-misi didirikannya organisasi yang semua pesertanya kuliah di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) ini ialah dalam rangka membangun solidaritas antar-mahasiswa dan memedulikan hak-hak masyarakat yang tertindas serta yang memerlukan pertolongan.
Berlandaskan pada visi-misi tersebut, gerakan yang akan dilakukan mereka pada tahun 2011 ini mengarah pada tiga hal: pemberdayaan, pendidikan, dan memperluas relasi kemahasiswaan. Semua itu telah terangkum dalam program kerja (proker) yang telah dirumuskan, baik dalam proker harian maupun di tiga divisi (divisi pendidikan dan penalaran, divisi pengembangan minat dan bakat, dan divisi humas).
Proker harian terdiri dari kunjungan ke beberapa kampus Islam, tadabbur alam, dan silaturahmi ke beberapa pesantren yang terdapat perguruan tingginya. Sedangkan proker divisi pendidikan dan penalaran lebih pada kajian-kajian filsafat, sastra, dan keagamaan. Proker divisi pengembangan bakat dan minat mengerucut pada dunia kepenulisan dan penerbitan.
Sedangkan divisi humas, prokernya mengarah pada pemberdayaan masyarakat, meliputi segala hal yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan masyarakat, menjembatani keluhan-keluhan masyarakat dengan instansi pemerintahan terkait, serta pelayanan publik berupa bakti sosial. Bakti sosial nantinya dikemas dengan membersihkan pemakaman desa dengan mengajak masyarakat setempat dan beberapa kegiatan lainnya. Selain sifatnya pemberdayaan, hal itu juga dalam rangka membangun kesadaran dalam diri masyarakat bahwa pesantren—terutama mahasiswanya—tetap peduli terhadap keberadaan mereka.
Menariknya, pertemuan yang dimulai usai Isya’ dan berakhir sekitar pukul 23.30 WIB itu diisi dengan kajian bertema “Eksistensi dan Peran Mahasiswa Pesantren”. Pembicaranya ialah koordinator departemen publikasi dan organisasi PP Annuqayah Latee.
Dalam kajian itu muncul kesadaran, mahasiswa pesantren selama ini cenderung eksklusif. Aktivitas kesehariannya tidak lebih hanya datang ke kampus untuk kemudian kembali lagi ke pesantren. Sangat jarang yang bisa mengadakan hubungan dengan masyarakat di luar pesantren. Akibatnya, jargon bahwa mahasiswa merupakan agen perubahan, bagi mahasiswa pesantren, jauh panggang dari api.
Selain itu, mahasiswa pesantren dipandang kaku dalam menyikapi persoalan. Jangankan persoalan yang melingkupi kehidupan masyarakat, persoalan komunikasi mereka dengan mahasiswa di luar pesantren masih memilukan. Dari segi kepandaian mungkin bisa diandalkan karena sudah terbiasa bergelut dengan buku atau kitab, tapi kecerdasan membaca problem masyarakat masih dalam tanda tanya besar.
Dari itu kemudian ditemukan akar masalahnya: mahasiswa pesantren cenderung eksklusif karena memang nyaris tidak ada organisasi yang mewadahi mereka. Organisasi yang mengakomudir seluruh mahasiswa pesantren diyakini kuasa melahirkan sikap inklusif dalam diri mereka. Konsekuensi logisnya, eksistensi dan peran mereka akan terasa bagi masyarakat. Muaranya, kebangkitan mahasiswa pesantren tidak dapat dielakkan lagi.
Selasa, Januari 04, 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar