Umarul Faruq, PPA Latee
Ajaib! Itulah kata yang pantas diucapkan melihat prestasi
Annuqayah akhir-akhir ini. Belum lewat seperempat tahun 2012, sudah tak terhitung jumlah piala
yang digaet santri Annuqayah, dari yang tingkat regional hingga internasional
semua sudah ada.
Namun kali ini berbeda, sebab piala yang diboyong bukanlah
piala biasa, melainkan piala Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) untuk juara
umum Perlombaan Bahasa Arab di acara Festival Timur Tengah 2012 yang diadakan
Universitas Indonesia. Acara bergengsi
bertaraf nasional ini diikuti oleh ratusan santri/siswa dan mahasiswa
se-Indonesia dan belangsung sejak 16-18 April 2012. Pada akhirnya,
Annuqayah-lah yang berhasil membawa pulang piala juara umum untuk kategori
santri/siswa.
Tapi jangan dikira keberhasilan ini diraih dengan jalan
mudah. Sebab sejak jauh hari sebelumnya tidak sedikit aral yang merintangi
perjuangan santri Annuqayah untuk mengikuti acara tersebut. Sebut saja masalah
finansial. Mereka harus merogoh kantong begitu dalam untuk bisa mengikuti acara
ini. Selain itu mereka juga harus pontang-panting ke sana kemari mencari
relawan yang bersedia meringankan beban biaya transportasi untuk tiba di
Jakarta.
Tak hanya itu, persyaratan lomba yang begitu njlimet
juga membuat peluh mengucur semakin deras. Pada akhirnya, dari sekian peminat,
yang berhasil berangkat hanya 15 orang yang terbagi menjadi dua rombongan.
Rombongan pertama utusan Instika berjumlah 7 orang untuk kategori mahasiswa dan
rombongan kedua utusan Markazul Lughah dan Darul Lughah berjumlah 8 orang untuk
kategori siswa. 3 orang di antara mereka bertindak sebagai official,
yaitu Abd. Basid, S.Th.I sebagai official rombongan pertama, saya dan
Ibnu Hajar sebagai official rombongan kedua.
"Sebenarnya, pemilahahan rombongan kedua menjadi utusan
Markazul Lughan dan Darul Lughah hanya untuk mematuhi peraturan panitia yang
membatasi jumlah peserta di setiap cabang lomba," kata Ibnu Hajar yang
mengurus masalah adminstrasi, sarana dan prasarana rombongan. Sementara untuk
persiapan peserta mengikui lomba yang saya tangani semua sudah beres, walaupun
masih ada sedikit kekurangan.
Kemudian, setelah semua persyaratan dipenuhi, dan persiapan
untuk mengikuti lomba sudah cukup matang, maka tibalah waktu pemberangkatan.
Akan tetapi rintangan baru menghadang lagi. Tepat di hari pemberangkatan,
hampir semua peserta utusan Markazul Lughah dan Darul Lughah sakit. Ada yang
demam, sakit kepala, mencret, bahkan ada yang kena bisul. Kondisi tubuh tidak lagi
mengizinkan untuk bisa bepergian jauh ke Jakarta. Bahkan Moh. Amirullah dan
Moh. Ainur Ridha harus berobat ke dokter menjelang waktu berangkat. Sementara
yang lain harus minum obat dan istirahat penuh, termasuk official-nya,
saya sendiri.
Yang bisa dibilang benar-benar fit dari rombongan ini
hanyalah Ibnu Hajar dan Ahmad Munawwir. Hampir saja rombongan kedua ini gagal
berangkat, kalau tidak karena kekeraskepalaan mereka untuk tetap berangkat.
Pada akhirnya, kami berangkat walaupun dengan biaya pas-pasan
dan kondisi tubuh yang kurang fit. Tapi lagi-lagi hadangan baru merintangi.
Setibanya di Surabaya, ternyata tiket kereta jurusan Jakarta sudah tidak
tersisa, baik di Gubeng maupun Pasar Turi, begitu juga Wonokromo. Perasaan
putus asa mulai menghantui. Ibnu Hajar selaku official masih terus keliling
Surabaya dengan harapan masih ada tiket yang tersisa. Syukurlah, berkat bantuan
Moh. Ilyas, alumnus PP Annuqayah yang tinggal di Surabaya, akhirnya kami dapat
tiket kereta ekonomi, walaupun harus membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Yang namanya kereta ekonomi, sudah bisa dipastikan
layanannya serba sangat terbatas. Toilet jorok, air kotor, kursi tidak empuk,
gerbong pengap, udara panas, di sana-sini banyak pedagang asongan, mau tidur
juga tidak nyenyak karena rawan copet dan pencuri. Setelah menempuh perjalanan
18 jam, akhirnya kita tiba di Jakarta dengan mata merah karena ngantuk.
Tapi alhamdulillah, acara Festival Timur Tengah selama tiga
hari empat malam bisa kami ikuti dengan maksimal. Lomba demi lomba berlalu
begitu menegangkan, terutama lomba debat bahasa Arab. Tidak hanya anggota tim, official
juga ikut dibuat pusing mencarikan referensi dan argumentasi agar tim debat
bisa lolos ke babak berikutnya. Banyak waktu tidur yang tersita untuk pesiapan
lomba. Sementara untuk lomba yang lain, kontingen utusan Markazul Lughah dan
Darul Lughah hanya mengikuti cabang lomba pidato bahasa Arab. Hal itu karena
santri Annuqayah yang rencananya akan diikutkan di cabang lomba baca cerita dan
baca puisi berhalangan karena harus mengikuti Ujian Nasional.
Bertepatan dengan Rabu malam, 18 April 2012, pukul 18.30 WIB,
acara Festival Timur Tengah 2012 diparipurnai dengan closing ceremony
dan pengumuman para juara lomba. Tiga gelar juara diraih oleh kontingen
Annuqayah, yaitu juara kedua lomba debat bahasa Arab kategori siswa/santri atas
nama Fakhrur Razi, A. Munawwir, dan Musyfiqur Rahman. Juara pertama dan ketiga
lomba pidato bahasa Arab kategori siswa/santri diraih Moh. Amirullah dan Ah.
Ainul Yaqin Amrullah.
Lalu tibalah waktunya pengumuman juara umum acara Festival
Timur Tengah 2012. Semua mata melihat ke pembawa acara. Suasana ruangan yang
awalnya riuh menjadi senyap. Lampu ruangan diredupkan untuk menambah nuansa
dramatis. Pembawa acara sengaja berhenti sejenak sehingga membuat jantung
berdegup kencang. Dengan diringi alunan instrumen yang mengaduk dada, nama
"Markazul Lughah Annuqayah" disebut sang pembawa acara sebagai juara
umum kategori siswa/santri. Sementara untuk kategori mahasiswa, juara umum
diraih oleh UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Acara penutupan pun selesai. Tiba-tiba saja banyak yang
minta foto bersama. Dengan senyum lebar, kilatan-kilatan lampu blits menerpa
wajah kami. Namun suasana itu tidak berlangsung lama, karena panitia harus
segera bersih-bersih. Setelah itu kami pulang ke asrama dengan senyum
mengembang sepanjang perjalanan. Ucapan selamat datang dari sana-sini.
Malam itu kami tidur dengan nyenyak. Keesokan harinya,
Kamis, 19 April, semua kontingen boleh pulang ke daerah asal masing-masing.
Tapi tiket yang kami pesan jadwalnya masih hari Jumat (20/4). Jadi kami pulang
ke Annuqayah keesokan harinya.
“Ayo siapa yang mau membawa pialanya?” tanya saya ketika
tiba di Stasiun Senen untuk pulang. Tidak ada seorang pun dari kami yang
berebut mau repot-repot membawa piala setinggi satu setengah meter tersebut ke
dalam kereta. Siapa suruh juara umum?!
3 komentar:
Siapa suruh juara umum? Haha..
selamat, deh
luar biasa....!great selamat
juara umum berat bawa piala, siapa suruh juara umum? wkwkwkwkwkwk
Posting Komentar