Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee
Bila dipukul rata, umat Islam di Indonesia tidak seutuhnya menguasai bahasa agamanya: bahasa Arab. Bahasa tersebut cenderung dinomorduakan daripada bahasa Inggris, misalnya. Hal ini tidak terlepas dari bergulirnya pemahaman bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional, sedangkan bahasa Arab ‘hanyalah’ bahasa agama yang tak begitu mendesak dikuasai sepenuhnya.
Lain dari itu, belajar bahasa pada ahlinya yang memang tiap hari bergumul dengan bahasa tersebut tentu beda dengan belajar pada orang yang bukan pemilik bahasa itu. Perbedaannya lebih pada misalnya penguasaan dalam perbendaharaan kata dan penyesuaiannya dengan maksud dalam perkataan serta dampak psikologis terhadap lawan bicara.
Itulah yang mendasari pengurus Markaz Bahasa Arab Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep untuk menyelenggarakan Dialog Bahasa Arab secara reguler bersama ulama muda kesohor Mesir, Syaikh Shalah Muhammad Abdul Aziz Wahbah. Beberapa bulan yang lalu, ulama yang punya tugas mengabdi di Pondok Pesantren Al-Amin selama setahun itu pernah satu kali menghadiri acara dialog yang diselenggarakan Markaz.
Karena pengabdiannya di pondok pesantren Al-Amin tinggal dua bulan lagi, Syaikh Shalah ingin juga berbagi ilmu dan pengalaman kepada santri dan guru di Annuqayah, yaitu dengan hadir sekali dalam seminggu tiap hari Jumat. Menurut Ketua Markaz, Abdul Muqid, Syaikh Shalah akan hadir selama enam kali pertemuan dimulai Jumat, 22 April 2011. Mengenai materi dialognya oleh pengurus Markaz dipasrahkan langsung kepada Syaikh Shalah.
Pada acara pembukaan, aula Syarqawi sudah ramai dengan perbincangan bahasa Arab, Jumat pagi (22/4). Abdul Muqid duduk di sebelah kanan Shaikh Shalah, menjadi moderator. Dengan fasihnya, dia memancing semangat 200 peserta dialog interaktif yang memang sudah disaring di masing-masing daerah Pondok Pesantren Annuqayah, baik santri putra maupun putri.
Dalam aula yang memuat ribuan orang itu, suasananya tetap terasa nyaman. Langit yang mendung menjadikan acara dialog interaktif tersebut tidak berlangsung secara menjemukan. Sekalipun nantinya matahari muncul dengan panasnya yang amat menyengat, bisa dipastikan tidak bakal mengusik jalannya acara. Sebab, aula Syarqawi yang berada di sebelah tenggaranya pondok pesantren Annuqayah itu berada di bebukitan bak puncak. Di sebelah bawah utaranya, berdiri kukuh Kampus Putih Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika).
Di luar acara, ketua panitia Lukman Yasir menyatakan puas dengan kinerja 20 panitia yang semuanya pengurus Markaz. Menurutnya, pengurus Markaz memiliki kepedulian yang sangat tinggi demi kemajuan bahasa Arab pada umumnya dan Markaz khususnya. Padahal, lanjut Lukman, dana acara dialog interaktif reguler ini yang tersedia hanya 1,5 juta, bersumber dari kas pesantren pusat Annuqayah. Demi pengabdian, panitia akan berusaha menabahkan diri kendati pun kesejahteraannya tak terjamin.
Minimnya dana tersebut karena memang dituntut keadaan. Pondok Pesantren Annuqayah kini sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur di samping program pengembangan sumber daya lainnya. Sehingga, efisiensi dana perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Segalanya butuh dana, tapi dana bukanlah segala-galanya. Spirit mengabdi dan kesungguhan belajar secara istiqamah akan menjadi salah satu jalan keluar dari persoalan yang terjadi tiap kali mengadakan acara. Itulah yang pernah dinyatakan ketua pengurus Pondok Pesantren Annuqayah, Drs. KH. Hanif Hasan, beberapa waktu yang lalu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar