Jamilatur Rohma, PPA Latee II
Guluk-Guluk—Seminar Hari Pendidikan Nasional bertema “Memajukan Kehidupan Bangsa dengan Jejaring Literasi di Sekolah” yang diselenggarakan di SMA 3 Annuqayah pada hari Kamis, 24 April 2014 lalu berlangsung cukup meriah.
Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat literasi khususnya di sekolah baik untuk guru maupun siswa. Dengan bekerja sama dengan Penerbit Diva Press Yogyakarta, SMA 3 Annuqayah mengundang 100 kepala sekolah (wilayah Sumenep dan Pamekasan), pengurus daerah PP Annuqayah, dan guru SMA 3 Annuqayah. Setelah acara selesai, para undangan yang mewakili lembaga menerima hibah buku sebanyak sekitar 100 eksemplar dan 10 eksemplar untuk guru.
Tidak sama seperti acara yang diadakan SMA 3 Annuqayah sebelumnya, sepenjang jalan menuju tempat acara para undangan disambut beberapa stand siswa SMA 3 Annuqayah yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara seminar literasi ini. Stand pertama adalah milik Pemulung Sampah Gaul (PSG) yang memamerkan aneka macam kreasi daur ulang dari sampah plastik dan pupuk organik.
Setelah PSG, undangan langsung disambut oleh stand gabungan XI dan XII IPA. Di sini mereka menyediakan susu kedelai dan berbagai macam eksprimen seperti teropong bintang, roket air dan lainnya. Di stand ketiga terdapat macam-macam hiasan dan aksesoris dari stik ice cream. Stand ini adalah milik gabungan kelas XI dan XII IPS 1. Yang ketiga adalah stand milik XI dan XII IPS 2. Mereka memamerkan aneka kreasi gelang dari manik-manik dan juga lukisan kaligrafi dari pasir hitam. Dan stand terakhir yang merupakan gabungan dari XA dan XB memperlihatkan macam-macam rajutan dari benang wol, kain flannel yang mereka sulap menjadi gantungan kunci, tempat pensil dan lainnya.
Setelah undangan berbincang atau bahkan membeli dari stand tersebut, undangan langsung diantar ke tempat acara yaitu Laboratorium IPA.
Sambil menunggu lengkapnya undangan, tamu yang telah hadir disuguhi sebuah film dokumenter berjudul Science and Islam yang diproduksi oleh BBC.
Pukul 09.00 WIB, acara dimulai. Setelah pembukaan, K. M. Mushthafa, S.Fil., M.A. selaku kepala sekolah di SMA 3 Annuqayah memberi pengantar tentang latar belakang tujuan diadakannya acara ini. Ia menjelaskan bahwa acara semacam ini sebenarnya adalah salah satu program di SMA 3 Annuqayah untuk membangun literasi.
Acara ini menghadirkan H. Akhmad Nurhadi (Dinas Pendidikan Kab. Sumenep), Satria Dharma (ketua Ikatan Guru Indonesia), dan K. A. Dardiri Zubairi (kepala MA Nasy’atul Muta’allimin Gapura).
Di sela acara pembukaan dan seminar, ada waktu sekitar 7 menit untuk istirahat. Undangan dipersilakan untuk menikmati suguhan pangan lokal berupa tattabun, kucur, poka’ dan lainnya yang disediakan oleh PSG SMA 3 Annuqayah.
Setelah istirahat selesai, Pak Nurhadi langsung memberikan pemaparan. Ia menjelaskan bahwa Indonesia menempati rangking ke-85 dengan tingkat melek huruf, kalah dengan negara Malaysia, Palestina, dan Suriname. Indonesia juga tidak menerapkan sistem wajib baca untuk siswa tingkat SMA. Pak Nurhadi juga menambahkan bahwa pada tahun 2012 di Sumenep terdapat sebanyak 111.124 orang yang buta huruf. Dengan angka buta huruf yang banyak itu, sebenarnya pemerintah Sumenep melalui Dinas Pendidikan sudah berupaya menekan angka tersebut dengan langkah cerdas membumikan budaya literasi di kalangan masyarakat.
Setelah Pak Nurhadi selesai dengan pemaparannya, langsung dilanjut ke penyaji kedua, yakni Pak Satria Dharma. Dalam pemaparannya beliau menjelaskan bahwa sebagai orang Islam seharusnya kita membaca. Beliau menyinggung wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad di goa Hiro’. Beliau juga menambahkan sebenarnya masalah terbesar suatu bangsa itu terletak di pendidikan. Beliau juga memberikan cara-cara kreatif agar siswa rajin membaca.
Setelah itu dilanjutkan oleh K. A. Dardiri Zubairi, berbeda dengan pemaparan dua penyaji sebelumnya, beliau lebih banyak menceritakan kegiatan literasi di sekolah yang dikelolanya. Menurut beliau, pengembangan literasi dapat merawat mimpi-mimpi anak-anak madrasah pinggiran.
“Buku menyediakan gizi yang luar biasa untuk membuat anak-anak tetap merawat mimpi-mimpi anak-anak madrasah pinggiran.”
Penulis buku Rahasia Perempuan Madura itu menambahkan, bahwa sekolah yang dikelolanya itu tidak hanya memberikan penghargaan kepada siswa yang punya prestasi akademik saja tetapi juga memberikan penghargaan kepada mereka yang memiliki keterampilan non-akademis seperti menulis, dll.
Setelah ketiga penyaji selesai dengan pemaparannya dan dilanjutkan dengan sesi dialog, K. M. Mushthafa, merangkum semua pemaparan penyaji dengan menambahkan beberapa informasi tentang pengembangan literasi yang ada di SMA 3 Annuqayah, dan juga menginformasikan bahwa malam harinya akan ada acara lanjutan yaitu peluncuran buku antologi Kisah Terpilih dalam bentuk pembacaan fragmen cerpen oleh Sanggar Tikar SMA 3 Annuqayah.
Dalam sesi tanya jawab para peserta banyak yang ingin mengajukan pertanyaan. Tetapi karena keterbatasan waktu, kesempatan bertanya hanya diberikan kepada tiga orang penanya. Tiga peserta yang bertanya itu mendapatkan buku dari salah seorang guru SMA 3 Annuqayah yang tahun lalu menerbitkan bukunya, yakni Ny. Fairuzah.
Acara ini diakhiri pada jam 12.30 WIB.
Tulisan ini dikutip dari blog Madaris III Annuqayah.
Minggu, April 27, 2014
Senin, April 21, 2014
Roadshow Puisi Menolak Korupsi (PMK) di Annuqayah
M. Faizi, PPA Al-Furqaan
Guluk-Guluk—Rangkaian acara roadshow Puisi Menolak Korupsi (PMK) telah
dilaksanakan beberapa kali dan berlangsung di beberapa tempat. Kegiatan yang salah satu penggagasnya adalah Sosiawan Leak, salah
seorang teaterawan dan penyair dari Solo, ini telah dilangsungkan di Jawa,
Kalimatan, bahkan hingga Sumatra. Pada rangkaian
acaranya yang ke-18, bertepatan dengan 19 April 2014, lokasi PMK diletakkan di
PP Annuqayah, tepatnya di aula As-Syarqawi.
Pemilihan tempat
acara roadshow bergantung pada permintaan pengundang. Tidak ada kriteria
khusus bagi pengundang selain menyiapkan tempat dan tempat istirahat atau penginapan
bagi yang mau bermalam. Sebab, para pembaca puisi berangkat dengan dana dari
kocek sendiri. Demikian pula, kehadiran mereka di Annuqayah juga atas kesediaan
dan dana pribadi.
Pemilihan lokasi di Annuqayah berdasar atas pertimbangan, salah satunya,
‘kedekatan’ lokasi Annuqayah di Guluk-Guluk (Sumenep) dengan lokasi PMK
sebelumnya, Malang, yang notabene merupakan tempat diberlangsungkannya roadshow
PMK yang ke-17. Alasan lainnya adalah karena secara
kebetulan ada momen kegiatan literasi dan bazar buku di Annuqayah, yaitu
Festival Cinta Buku (FCB). Jadi, acara roadshow ini menjadi kegiatan pembuka
bagi acara buku tahunan yang diselenggarakan oleh Badan Ekskutif Mahasiswa
(BEM) Instika, perguruan tinggi yang ada di lingkungan Pondok Pesantren
Annuqayah itu.
Hadir dalam acara pembacaan puisi ini, antara lain: Arsyad Indradi
(Kalimantan Selatan), Sosiawan Leak (Solo), Lenon Machalli (Gresik), Mas Tohir
Srimulat (Surabaya), Husnu Abadi (Riau), Ardi Susanti (Tulungagung) bersama
putri dan suaminya, Abdul Chaliq, juga Autar Abdillah (Surabaya), Wage Tegoeh
Wijono (Purwokerto), Ethex (Mojokerto) dan Muhammad Lefand (Jember) serta Denny
Mizhar (Malang). Secara bergiliran, mereka membacakan
puisi di hadapan para hadirin. Pembacaan puisi juga dilakukan oleh beberapa orang
santri yang puisinya termaktub dalam buku kumpulan Puisi Menolak Korupsi serta
beberapa tamu undangan, seperti Mahendra.
Acara yang sedianya terjadwal pukul 14.00
ini molor hingga menjelang adzan ashar. Purek III Instika, Muhammad Husnan,
memberikan sambutan yang diantaranya berisi tanggapan baik dan ucapan terima
kasih atas kehadiran para penyair yang datang dari berbagai penjuru Indonesia dengan dana pribadi, tanpa bantuan dari orang lain
atau lembaga donor mana pun. Acara ini dipandu langsung oleh Sosiawan Leak.
Sejatinya, nama-nama seperti Agus Sighro
Budiono (Bojonegoro), Bagus Putuparto (Blitar), Endang Kalimasada (Blitar), Felix
Nesi (Malang), Rama Dinta (Jepara), Bambang Eka Prasetya (Magelang), dan Hardho
Sayoko (Ngawi) semula dijadwalkan hadir. Akan tetapi, mereka tidak datang kegiatan
kali ini dikarenakan berbagai macam alasan. Umumnya, alasan tersebut bersifat mendadak
dan atau terkait dengan kegiatan lain
yang tidak dapat ditinggalkan.
Acara baca puisi
‘Puisi Menolak Korupsi’, orasi dari Sosiawan Leak, dan sambutan dari tuan
rumah, M. Faizi, berlangsung meriah dan lancar. Persediaan 300-an kursi yang
disiapkan oleh panitia FCB itupun kurang, namun tak sedikit santri yang tetap
menonton acara hingga selesai dalam keadaan berdiri. Selepas dari Annuqayah,
para penyair PMK kembali ke tempat peristirahatan mereka di Al-Furqaan
Sabajarin (salah satu komplek kepengasuhan di Annuqayah) untuk selanjutnya berkemas
dan berangkat menuju STKIP PGRI Sumenep. Pada malam itu, acara PMK juga
dilangsungkan di sana.
Label:
Literasi,
Seni-Budaya,
Tamu Annuqayah
Annuqayah Juara Umum FTT 2014 Universitas Indonesia
Umarul Faruq, alumnus PPA Latee
Depok – Rabu malam (16/4) kemarin
merupakan malam yang cukup bersejarah bagi Annuqayah. Setelah meraih sukses
sebagai juara umum pada Festival Timur Tengah ketiga tahun 2012 lalu, pada
malam itu Annuqayah kembali dinobatkan sebagai juara umum Festival Timur Tengah
kelima tahun 2014.
Ini merupakan kali kedua Annuqayah
menjadi juara umum sejak momen FTT mulai diadakan pada tahun 2010. Jika pada
tahun 2012 Annuqayah meraih juara 1 dan 3 lomba Pidato dan juara 2 lomba Debat
Bahasa Arab, maka pada tahun ini Annuqayah meraih juara 1 pada tiga lomba
sekaligus, yaitu: lomba baca puisi, bercerita, dan pidato bahasa Arab.
“Tiga juara 1 sekaligus, sangat tidak
mungkin tidak juara umum. Sebab, lomba untuk kategori siswa memang hanya tiga
cabang itu saja,” ucap Ibnu Hajar selaku ketua rombongan kontingen Instika dan
PP Annuqayah pada acara tersebut.
“Sebenarnya, kami awalnya tidak terlalu
serius untuk ikutan acara ini. Eh, ternyata ada kesempatan lewat Markaz, ya
udah, kami berangkat” kata Mahasin Fannani, juara 1 lomba Pidato Bahasa Arab.
Moh. Amirullah, juara 1 lomba Baca Puisi
membenarkan perkataan Mahasin Fannani tersebut. Sebenarnya dia juga tidak
menyangka akan dipilih oleh Markaz untuk mewakili Annuqayah mengikuti acara
ini. Namun walau begitu tidak berarti mereka berangkat tanpa persiapan. Sebab,
sejak jauh hari sebelum acara FTT dilaksanakan, sebenarnya mereka sudah punya
keinginan untuk ikut. Hanya saja, kesempatan untuk itu bukan sesuatu yang
pasti.
Markaz Bahasa Arab Annuqayah tidak
sembarangan dalam memilih santri untuk diikutkan pada acara FTT. Markaz
melakukan seleksi terlebih dahulu untuk menyaring siapa saja yang layak untuk
mewakili Annuqayah nantinya. Belum lagi, peserta yang boleh diutus oleh satu
kampus atau pondok pesantren jumlahnya dibatasi oleh panitia FTT. Beruntunglah
Markaz Bahasa Arab PP Annuqayah memilih mereka untuk mewakili Annuqayah dalam
momen tahunan ini.
Beda halnya dengan Fathur Rahim, Juara 1
Lomba Bercerita yang akrab dipanggil Ragem ini mengaku memang punya tekad kuat
untuk membalas kekalahannya pada FTT tahun 2013. Pada tahun itu, dia juga
mengikuti lomba yang sama, tapi tidak mendapatkan apa-apa, bahkan walau hanya
sekedar juara harapan.
Berangkat dari kekecewaannya itulah pada
tahun ini dia mempersiapkan diri dengan matang untuk membawa pulang gelar juara
yang pernah diincarnya tahun lalu. Pada akhirnya gelar juara itu pun berhasil
diraihnya dengan gemilang.
Namun tidak semua peserta yang diutus
Markaz Bahasa Arab PP Annuqayah berjaya di FTT 2014. Satu peserta lomba Baca
Puisi, A. Warits Hidayat harus rela pulang dengan tangan kosong karena nasib
sedang tidak berpihak padanya. Dialah satu-satunya dari empat utusan Annuqayah
yang tidak menjadi juara.
“Namun itu bukan masalah. Ini merupakan
pengalaman pertama dia ikutan lomba bahasa Arab setingkat ini (nasional, red),
jadi wajarlah jika tidak langsung juara,” kata Ahmad Basili selaku official
kontingen Markaz Annuqayah di acara FTT 2014.
Namun bagaimanapun juga, Ahmad Basili
merasa bangga dan senang sekali Annuqayah bisa menjadi juara umum pada acara
bergengsi ini. Menurutnya, ini merupakan bukti bahwa Annuqayah memiliki potensi
yang sangat besar. Secara pribadi dia baru pertama kali menjadi official
kontingen Markaz Bahasa Arab PP Annuqayah di acara FTT, namun dia langsung
berhasil membawa anak buahnya menjadi para juara.
“Apa pun itu, saya tidak bisa menafikan
bantuan dari para pembimbing mereka yang telah melatih mereka sehingga bisa
tampil maksimal dan menjadi juara, utamanya Ustadz Umarul Faruq dan Ibnu Hajar.
Dari merekalah para peserta mendapatkan stimulasi dan kepercayaan diri
sehinggal potensi yang mereka miliki berhasil mereka keluarkan dengan baik,” kata
Ahmad Basili lagi.
Label:
Pengembangan Bahasa Asing,
Prestasi
Minggu, April 13, 2014
Menelusuri Pesan Sang Guru
Ahmad Sahidah, alumnus Annuqayah,
dosen di Universiti Utara Malaysia
Kepergian
sesepuh Annuqayah, KH A Warits Ilyas, mendatangkan duka. Ucapan bela sungkawa
tidak hanya datang dari keluarga Annuqayah dan warga sekitar, tetapi dari warga
seantero negeri. Doa-doa dipanjatkan oleh orang ramai, bahkan di dinding media
sosial Facebook dan Twitter munajat diungkapkan. Tahlilan digelar
untuk mendaras doa-doa agar almarhum mendapatkan jalan lapang menuju Tuhannya.
Masjid Jami’ Annuqayah disemuti oleh warga untuk mengiringi sang kyai dengan selaksa
doa. Bahkan, Tahlilan juga dilaksanakan di banyak tempat oleh mantan santri
Annuqayah yang tergabung dalam Ikatan Alumni.
Bagi saya
sendiri, beliau adalah pesona. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh santri
dan siswa yang pernah belajar dan mengikuti pengajian yang diampunya dulu.
Ketika saya mengambil pelajaran ilmu Mantiq, untuk pertama kali saya
mendengar nama filsuf, seperti aflaton (Plato) dan Aristo
(Aristoteles). Sebelum kelas bermula, para siswa biasanya telah duduk dengan
tenang dan tak bersuara sedikitpun. Kelas hening. Pelajaran berlangsung
khidmat. Hanya sekali, kelas kami memantik tawa pak kyai dan para siswa karena
salah seorang pelajar terjengkang dari kursi karena tertidur. Saya mengenal
dengan baik kawan tersebut dan mengingatnya hingga kini. Kehadiran kawan ini
memang selalu membuat kami riang.
Selain itu,
pengalaman yang paling membekas hingga kini ketika saya aktif di Markaz
al-Lughah al-Arabiyyah. Pak kyai adalah salah seorang yang mengajar kursus
bahasa Arab. Tentu, penyampaian pelajaran yang sepenuhnya dengan bahasa Arab
membuat kelas tampak terlalu tegang. Meskipun sebelumnya siswa telah menerima
hal serupa dalam mata pelajaran Hadits, Tajrid al-Sharih, Kyai Ishomuddin
AS. Untuk mencairkan suasana, pak kyai melontarkan lelucon keluarga Madura di
Arab Saudi. Karena si anak keluarga ini sering meminta uang jajan, si ayah
tampak gusar, sehingga mengatakan “fulus, fulus aina”.
Jelas, kalimat ini merupakan terjemahan harfiyah dari Bahasa Madura yang
menunjukkan uang yang mana lagi. Sontak, para siswa tak bisa menahan tawa.
Tentu sosok pak
kyai yang tegas dan lugas begitu tertanam di benak kami pada waktu itu. Sebagai
guru, panutan dan pengasuh, beliau adalah juga anggota wakil rakyat, bahkan
pernah menduduki kursi Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kedudukan inilah
yang membuat putera Kyai Ilyas mendatangkan kesan tersendiri. Terkait aktivitas
politik kyai, ayah saya sendiri pernah mendengar Kyai Ishomuddin menegaskan
bahwa Kyai Warits tahu apa yang mesti dilakukan dalam dunia politik. Sebelum
era Reformasi, sebagian masyarakat menganggap politik sebagai aktivitas yang
tak mendatangkan manfaat bagi umat. Namun, pak kyai mengajarkan pada santri
bahwa politik itu adalah salah satu jalan untuk perubahan. Malah, kegiatan ini
tetap ditekuni dan menjadikan beliau sebagai sosok yang berpegang teguh para
garis politik yang diyakini. Sebuah teladan yang layak untuk diikuti di tengah
pragmatisme khalayak pada kekuasaan.
Ingatan yang
hingga kini selalu diingat oleh kami adalah pesan beliau dalam pertemuan para
kyai dengan alumni di Masjid Latee ketika saya masih belajar di Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pertemuan yang dipandu oleh Kyai
Ilyasi Siraj memang betul-betul menggambarkan perkembangan dinamis kaum santri
setelah mereka meninggalkan Annuqayah untuk belajar di pelbagai institusi perguruan
tinggi, baik jurusan agama maupun umum. Mengingat salah seorang santri
menyodorkan kemungkinan pemahaman baru terhadap Islam, dalam sambutannya Kyai Warits
menyatakan secara tegas bahwa alumni yang berpaling dari akidah ahlussunnah
waljamaah, maka dengan sendirinya yang bersangkutan memutuskan hubungan
intelektual dan spiritual dengan Annuqayah. Pernyataan ini jelas bukan retorika
belaka. Pak kyai telah mengambil sikap dan secara konsisten berpijak pada
keyakinan ini.
Keteguhan sikap
kyai ditunjukkan kepada siapa pun yang menemuinya di rumah kediaman. Salah
seorang tua santri berkeluh-kesah bahwa sang anak telah mengambil jalan
pemikiran dan kegiatan keagamaan baru, Pesantren Hidayatullah. Setelah
disampaikan pada pak kyai, dengan lugas beliau menyatakan bahwa pemahaman baru
itu tidak sejalan dengan Ahlussunnah waljamaah. Serta-merta si ayah meminta si anak untuk memikirkan kembali
pilihan ideologi yang diyakini. Apa lacur, hingga si ayah meninggal, si anak
tetap merawat pemahaman barunya dan berkhidmat di organisasi tersebut sampai
sekarang.
Dengan otoritas
yang besar, sebagai kepala Madrasah Aliyah Annuqayah, kyai memberikan
kesempatan pada guru untuk tidak hanya mengembangkan kecerdasan kognitif para
siswa tapi juga kecerdasan sosial dan emosional mereka. Tak ayal, Pak Tohet
dengan mudah menggerakkan para siswa untuk mengikuti Palang Merah Remaja (PMR).
Terus terang, saya mengikuti kegiatan ekstra-kurikuler ini dengan riang.
Organisasi ini mengenalkan saya secara tertib tentang pentingnya kesehatan dan
olahraga. Tak hanya itu, melalui jambore PMR, saya bisa mengenal dunia ‘luar’
karena kami bertemu dengan rekan-rekan sebaya dari daerah lain.
Pengalaman pribadi
bersilaturahim dengan kyai telah menebalkan keyakinan saya bahwa kyai telah
mengajarkan tentang makna kesetiaan. Ketika bergiat di Asosiasi Mahasiswa
Sumenep Yogyakarta (AMSY) pada tahun 2000, saya sowan untuk meminta pandangan
kyai tentang calon pemimpin nomor satu kota Sumekar. Siapa pun yang memimpin
mesti berpegang teguh pada nilai-nilai Ahlussunnah waljamaah. Pernyataan ini
tentu ingin meyakinkan semua warga Annuqayah bahwa pegangan akidah mereka mesti
kokoh dan berpijak pada ajaran yang ada di dalamnya terkait kehidupan sosial,
kultural dan politik.
Catatan sekilas
di atas tentu tidak mencatat semua pesona kyai mengingat keterbatasan penulis.
Namun, siapa pun akan menemukan keteguhan sikap yang ditunjukkan sang guru yang
mengilhamkan ini pada siapa pun. Di tengah godaan untuk meraih apa sehingga
membuat iman goyah, kyai telah mewariskan teladan bahwa kesetiaan itu bukan
pemanis mulut belaka, tetapi juga tindakan nyata. Menyambut perayaan 40 hari kepergian
KH A Warits Ilyas, kita ingin mengenang kembali bahwa sang guru boleh pergi,
tetapi sosoknya tetap di hati.
Tulisan ini dimuat
di Koran Madura, 3 April 2014.
Sabtu, April 12, 2014
Menjelang LPJ, Pengurus PPAL II Adakan Sharing Akbar
Qiswatin
Hasanah, PPAL II
Guluk-Guluk—Selasa,
8 April 2014 lalu, pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Latee II mengundang
seluruh pengurus PPA Latee II untuk menghadiri sharing akbar di mushalla.
Acara
yang dimulai pada pukul 21.00 WIB ini merupakan acara sharing yang
diadakan menjelang penyusunan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) oleh pengurus. Dengan
diadakannya sharing akbar yang dikemas dengan format tidak formal ini, diharapkan
santri dapat lebih terbuka untuk mengungkapkan uneg-uneg seputar program kerja
pengurus yang sudah dilaksanakan kurang lebih setahun ini.
“Saya
ingin santri PPAL II menyampaikan aspirasinya terhadap pengurus. Acara ini juga
untuk mempererat persaudaraan dan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki
terhadap PPAL II,” ucap Lailatul Mukarromah, ketua pengurus PPAL II ketika diwawancarai.
Meskipun
acara ini dilaksanakan dengan cukup sederhana dan terhitung mendadak, namun santri
PPAL II cukup apresiatif. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kritikan dan
masukan yang disampaikan mereka. Salah satu topik yang menjadi perbincangan
hangat adalah soal kondisi kebersihan di PPAL II.
“Saya
melihat tahun ini kebersihan di lingkungan PPAL II menurun, entah karena santri
yang kurang menyadari pentingnya kebersihan atau karena kurangnya kontrol dari Pengurus
Departemen Kebersihan,” tutur Yo’yo’, panggilan akrab Kamaliatus Zahroh, salah
satu santri sekaligus pengurus Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting PPAL II ketika
diberikan kesempatan menyampaikan aspirasinya.
Selain
itu, Yo’yo’ juga memberikan masukan kepada pengurus Departemen Kebersihan dan
Keindahan untuk lebih meningkatkan pemeriksaan piket di PPAL II.
Selain
kritik dan masukan yang disampaikan kepada pengurus Departemen Kebersihan dan
Keindahan, santri PPAL II juga memberikan kritik dan masukan kepada Pengurus
Departemen Keamanan dan Ketertiban, Pengurus Departemen Kesehatan dan Kebugaran,
Pengurus Departemen Peribadatan dan Pengembangan Spiritual, serta Pengurus Departemen
Perpustakaan.
“Mungkin
ada baiknya Pengurus Departemen Kesehatan dan Kebugaran mempelajari diagnosis
penyakit agar lebih mudah mengetahui santri yang layak dibawa pulang atau masih
bisa dilakukan upaya penyembuhan di PPAL II,” ungkap Fadhilatus Syarifah, salah
satu Pengurus Blok as Shafie yang hadir pada acara tersebut.
Sharing akbar
yang selesai pada pukul 23.30 WIB ini juga diharapkan mampu memberikan
pelajaran kepada santri PPAL II untuk lebih berani menyampaikan aspirasinya
nanti pada LPJ pengurus pusat serta untuk mengevaluasi pengurus ataupun santri
itu sendiri untuk kemajuan Latee II ke depan.
Langganan:
Postingan (Atom)