Selasa, April 26, 2011

Diskusi Film, Amunisi Semangat untuk Guru Annuqayah


M. Mushthafa, guru SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Ahad siang (24/4) kemarin, dimulai sekitar pukul 12.00 WIB, SMA 3 Annuqayah mengadakan acara diskusi film dokumenter berjudul Science and Islam. Acara yang bertempat di aula Madaris 3 Annuqayah ini dihadiri oleh guru-guru di lingkungan Madaris 3 Annuqayah, sekolah/madrasah dan lembaga di lingkungan Annuqayah, dan juga beberapa sekolah mitra. Peserta guru yang hadir berjumlah hampir 50 orang,putra dan putri.

Acara ini diadakan untuk menyuntikkan semangat kepada guru-guru agar terus tekun berkhidmat di lembaga pendidikan dan mengembangkan minat keilmuan mereka masing-masing. Film dokumenter yang diputar, Science and Islam, sebenarnya adalah tiga seri dokumenter yang dipresentasikan oleh Jim al-Khalili, profesor fisika University of Surrey, Inggris, yang memaparkan kontribusi besar Islam pada perkembangan ilmu dan teknologi yang sering tak dituturkan secara tuntas dalam sejarah perkembangan peradaban dunia. Dalam film produksi BBC Channel Four tahun 2009 ini, Jim yang kelahiran Irak memberikan gambaran yang sangat jelas tentang semangat Islam yang merevolusi metode dan pendekatan atas ilmu dan pengetahuan. Menariknya, Jim banyak memberi ilustrasi dan membuka langsung karya-karya ulama Islam abad pertengahan untuk menggambarkan kehebatan dan semangat keilmuan mereka.

Karena keterbatasan waktu, film yang diputar hanya seri kedua dari tiga seri dokumenter ini. Sebagai pembanding dan pembuka, diputar juga film bertema sejenis berjudul Cosmic Voyage. Film produksi IMAX dan masuk nominasi Oscar film dokumenter tahun 1997 ini memberi gambaran singkat tentang perkembangan sains dalam perspektif Barat.

Dalam sesi diskusi, guru-guru berbagi kesan, komentar, dan masukan dengan penuh semangat. “Guru pemegang materi SKI, matematika, fisika, kimia, geografi, wajib menonton film ini, karena film ini memberi gambaran sangat penting tentang kelahiran ilmu-ilmu yang saat ini dipelajari di sekolah,” komentar K.H. Ahmad Hazim, guru sejarah SMA 3 Annuqayah.

K. M. Faizi, direktur Madaris 3 Annuqayah, menyampaikan bahwa film ini mendorong semangat para guru untuk terus belajar, di antaranya dengan membuat karya terjemahan. “Dalam film ini, digambarkan betapa Gerakan Penerjemahan yang dipelopori oleh Khalifah al-Ma’mun telah memberi dampak yang luar biasa bagi pengembangan ilmu,” tambahnya.

Banyak guru yang hadir menyatakan bahwa film ini harus ditonton oleh semua guru di Annuqayah, karena sangat mencerahkan. Seorang guru MA 1 Annuqayah Putra memberi usul konkret agar ada semacam forum diskusi di antara guru untuk menambah wawasan, seperti halnya forum diskusi kemarin yang digelar hingga hampir pukul 15.00 WIB. A. Muis, guru SMK Annuqayah, mengatakan bahwa film ini harus mendorong sekolah agar berinovasi dalam pembelajaran, termasuk dengan membuat eksprimen yang dialami langsung oleh murid dan guru.

Untuk diketahui, film dokumenter Science and Islam ini diterjemahkan oleh Fatima Jauhari, salah seorang alumni Annuqayah yang kini bermukim di Jember. Film ini adalah bagian dari proyek penerjemahan film-film bermutu untuk pendidikan yang sedang dilaksanakan oleh keluarga besar Madaris 3 Annuqayah. Beberapa film yang sudah diterjemahkan dan bertema lingkungan sudah pernah diputar terbatas di SMA 3 Annuqayah beberapa bulan yang lalu, yakni film Food Inc. (2008) dan The Cove (2009).

Berita ini dikutip dari blog Madaris 3 Annuqayah.

Sabtu, April 23, 2011

Dialog Reguler Markaz Bahasa Arab Menghadirkan Pembicara dari Mesir

Hairul Anam Al-Yumna, PPA Latee

Bila dipukul rata, umat Islam di Indonesia tidak seutuhnya menguasai bahasa agamanya: bahasa Arab. Bahasa tersebut cenderung dinomorduakan daripada bahasa Inggris, misalnya. Hal ini tidak terlepas dari bergulirnya pemahaman bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional, sedangkan bahasa Arab ‘hanyalah’ bahasa agama yang tak begitu mendesak dikuasai sepenuhnya.

Lain dari itu, belajar bahasa pada ahlinya yang memang tiap hari bergumul dengan bahasa tersebut tentu beda dengan belajar pada orang yang bukan pemilik bahasa itu. Perbedaannya lebih pada misalnya penguasaan dalam perbendaharaan kata dan penyesuaiannya dengan maksud dalam perkataan serta dampak psikologis terhadap lawan bicara.

Itulah yang mendasari pengurus Markaz Bahasa Arab Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep untuk menyelenggarakan Dialog Bahasa Arab secara reguler bersama ulama muda kesohor Mesir, Syaikh Shalah Muhammad Abdul Aziz Wahbah. Beberapa bulan yang lalu, ulama yang punya tugas mengabdi di Pondok Pesantren Al-Amin selama setahun itu pernah satu kali menghadiri acara dialog yang diselenggarakan Markaz.

Karena pengabdiannya di pondok pesantren Al-Amin tinggal dua bulan lagi, Syaikh Shalah ingin juga berbagi ilmu dan pengalaman kepada santri dan guru di Annuqayah, yaitu dengan hadir sekali dalam seminggu tiap hari Jumat. Menurut Ketua Markaz, Abdul Muqid, Syaikh Shalah akan hadir selama enam kali pertemuan dimulai Jumat, 22 April 2011. Mengenai materi dialognya oleh pengurus Markaz dipasrahkan langsung kepada Syaikh Shalah.

Pada acara pembukaan, aula Syarqawi sudah ramai dengan perbincangan bahasa Arab, Jumat pagi (22/4). Abdul Muqid duduk di sebelah kanan Shaikh Shalah, menjadi moderator. Dengan fasihnya, dia memancing semangat 200 peserta dialog interaktif yang memang sudah disaring di masing-masing daerah Pondok Pesantren Annuqayah, baik santri putra maupun putri.

Dalam aula yang memuat ribuan orang itu, suasananya tetap terasa nyaman. Langit yang mendung menjadikan acara dialog interaktif tersebut tidak berlangsung secara menjemukan. Sekalipun nantinya matahari muncul dengan panasnya yang amat menyengat, bisa dipastikan tidak bakal mengusik jalannya acara. Sebab, aula Syarqawi yang berada di sebelah tenggaranya pondok pesantren Annuqayah itu berada di bebukitan bak puncak. Di sebelah bawah utaranya, berdiri kukuh Kampus Putih Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika).

Di luar acara, ketua panitia Lukman Yasir menyatakan puas dengan kinerja 20 panitia yang semuanya pengurus Markaz. Menurutnya, pengurus Markaz memiliki kepedulian yang sangat tinggi demi kemajuan bahasa Arab pada umumnya dan Markaz khususnya. Padahal, lanjut Lukman, dana acara dialog interaktif reguler ini yang tersedia hanya 1,5 juta, bersumber dari kas pesantren pusat Annuqayah. Demi pengabdian, panitia akan berusaha menabahkan diri kendati pun kesejahteraannya tak terjamin.

Minimnya dana tersebut karena memang dituntut keadaan. Pondok Pesantren Annuqayah kini sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur di samping program pengembangan sumber daya lainnya. Sehingga, efisiensi dana perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh.

Segalanya butuh dana, tapi dana bukanlah segala-galanya. Spirit mengabdi dan kesungguhan belajar secara istiqamah akan menjadi salah satu jalan keluar dari persoalan yang terjadi tiap kali mengadakan acara. Itulah yang pernah dinyatakan ketua pengurus Pondok Pesantren Annuqayah, Drs. KH. Hanif Hasan, beberapa waktu yang lalu.

Selasa, April 12, 2011

Diskopag yang Mencerahkan

Hairul Anam Al-Yumna, PPA. Latee

Lumrahnya, kantin Kampus Putih Instika itu ramai dengan dentang adu-piring-sendok mahasiswa yang sarapan tiap pagi. Mereka makan lahap dengan santainya. Tapi, selama sepekan ini suasananya tampil beda. Ada banyak mahasiswa yang duduk membundar, melakukan kajian mendalam terkait dengan persoalan kebangsaan dan keagamaan. Ada belasan mahasiswa yang tergabung dalam pertemuan itu.

Suasana seperti itu, masih berlangsung hingga Kamis (7/4) pagi. Tak ada yang makan nasi, hanya beberapa gelas kopi panas yang diminum secara bergantian. Karena yang tampak di dekat para mahasiswa Instika itu kopi dan buku, mereka pun menamai perkumpulan tersebut dengan Diskopag, akronim dari diskusi kopi pagi.

Pesertanya terdiri dari ragam jurusan; PAI, Muamalat, dan Tafsir Hadis. Dalam mencermati persoalan kebangsaan dan keagamaan, mereka menggunakan perspektif berlandaskan wewenang ilmiah yang mereka tempuh. Tetapi, mereka tetap terbuka terhadap bedanya pemikiran. Mereka benar-benar mengedepankan rasionalitas daripada egoisme diri.

Pada pertemuan ke-9 itu, mereka melakukan analisis kebijakan anggaran publik di Sumenep. Dalam pandangan mereka, kendatipun Sumenep merupakan kabupaten terkaya di Madura, ia belum juga mengentaskan kemiskinan secara optimal. Usaha pemerintah dalam menyikapi persoalan masyarakat luas, masih terbilang setengah hati.

Pernyataan tersebut bukanlah kata yang hampa makna. Mereka mendapatkan data bahwa, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di dalam praktiknya ternyata lebih banyak menguntungkan penyelenggara kekuasaan daripada masyarakat. Setidaknya, hal itu sangat tampak sejak tahun 2005.

Pada tahun tersebut, APBD Sumenep Rp. 529 miliar 235 juta lebih, tepatnya 529.235.228.163. Untuk apa [siapa] uang sebesar itu? Mestinya untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Sebab, masyarakat-lah sumber uang tersebut. Lewat karcis di puskesmas, retribusi masuk pasar, nonton televisi, naik kendaraan bermotor, dan segala gerak-gerik mereka yang umumnya terkena pajak.

Namun, upaya masyarakat yang mengucurkan banyak keringat masih dibenturkan dengan ragam keganjilan tiap kali dihubungkan dengan kebijakan pemerintah. Untuk Gaji Aparatur (gaji pegawai) di Sumenep mencapai Rp 240.976.346.942,-. Anggaran gaji ini memang tidak bisa digugat. Ini adalah hak pegawai.

Tetapi keganjilannya bisa ditemukan pada anggaran untuk biaya rutin/operasional aparatur [anggaran yang digunakan pejabat untuk melaksanakan tugas rutinnya, dan ini di luar gaji] misalnya, perjalanan dinas, anggaran makan minum, belanja alat tulis kantor (ATK), beli kendaraan dinas, beli komputer, dll., dalan APBD 2005 dianggarkan Rp 102.333.697.814,-. Perinciannya: Belanja Barang Jasa (seperti makan minum, beli ATK, dll) Rp 67.436.703.324,-, Belanja Perjalanan Dinas Rp 9.419.504.062,-, Belanja Pemeliharaan (ngecat kantor, perbaiki pintu rusak, dll) Rp 12.730.998.661,-, dan Modal Aparatur (beli komputer, kendaraan dinas, dll) sebesar Rp 12.746.491.767,-.

Anggaran yang cukup melambung tersebut berbanding terbalik dengan anggaran belanja pembangunan yang hanya dianggarkan Rp 84.639.452.885,-. Ini pun patut diragukan akan sampai semua pada masyarakat. Karena semua mafhum, korupsi di birokrasi kita sudah demikian ganasnya. Besar kemungkinan, anggaran yang cukup ganjil di atas kini makin mencuat mengingat tak sedikit harga kebutuhan kian membubung tinggi.

Para mahasiswa yang tergabung dalam Diskopag mampu melakukan analisis anggaran publik di atas karena memang tidak berangkat dengan pikiran kosong. Secara berkesinambungan, mereka melakukan pembacaan mendalam terkait dengan tema yang diangkat tiap pagi. Diskopag berlangsung tiap hari, kecuali hari Jumat karena tidak ada jadwal kuliah.