Kamis, April 30, 2009

Menelusuri Menurunnya Gairah Santri dalam Berorganisasi

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Organisasi Daerah (Orda) adalah salah satu wadah di PP Annuqayah Lubangsa bagi santri untuk menunjukkan potensi yang dimiliki. Dalam rutinitas Orda, beberapa kegiatan dilangsungkan setiap malam Selasa, seperti latihan menjadi MC, latihan memberi kata sambutan, membaca al-Qur’an tartil, baca pidato, puisi, dan lain sebagainya.
Saat ini santri mulai kehilangan gairah untuk mengikuti aktivitas yang diadakan setiap malam Selasa itu. Gejala menurunnya gairah ini mula-mula terjadi ketika Pengasuh melarang penggunaan sound system yang menjadi “senjata utama” santri untuk menghadiri rutinitas tersebut pada bulan Januari 2008, dengan alasan bahwa sound system yang dibunyikan terlalu nyaring dan meresahkan masyarakat sekitar.
Setelah terjadinya larangan itu, santri mulai uring-uringan untuk pergi ke acara rutin Orda. Pengurus P2O juga kebingungan bagaimana caranya membuat santri tetap bergairah mengikuti jalannya kegiatan rutin Orda itu, sehingga membuat pengurus P2O dan pengurus KAMTIB harus turun menggiring santri mendatang acara itu.
Santri tambah tidak bergairah juga karena ditiadakannya lomba-lomba Akhirussanah yang menjadi ajang “pesta” organisasi setiap akhir jabatan ketua organisasi dan ketua pengurus. Akhirussanah adalah barometer sejauh mana pencapaian organisasi itu dalam masa satu jabatan (satu tahun). Dalam acara Akhirussanah itu difasilitasi berbagai lomba-lomba yang berkaitan dengan aktivitas keorganisasian, seperti lomba pidato, baca puisi, keadministrasian, dan lain sebagainya. Sebagai gantinya, pengurus P2O mengadakan acara sendiri yang dikemas dalam penutupan aktivitas organisasi daerah yang di dalammya hanya memuat lomba keadministrasian, penobatan organisasi terbaik, dan majalah dinding terbaik.
Hanya itu, santri merasa tidak puas. Ketidakgairahan santri itu merambat pada penerbitan Majalah Dinding yang diwajibkan oleh pengurus KP2 (kepustakaan, pers dan penerbitan) pada masing-masing Orda untuk mengisi papan mading secara bergantian seminggu dua kali sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Terbukti, mading yang dianjurkan memuat dua belas halaman, kini beberapa orda hanya memuat target minimal dari pengurus, yakni sepuluh halaman, bahkan ada yang tidak meletakkan madingnya sesuai dengan jadwalnya.

Selasa, April 28, 2009

Pengurus PPA Latee Isi Liburan UN MTs dengan Pengajian Kitab

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Dalam rangka mengisi liburan UN MTs yang dimulai pada Senin (27/4), pengurus PPA Latee mengadakan pengajian kitab untuk santri yang duduk di kelas VII dan VIII MTs. Pengajian kitab yang bertempat di Mushalla Latee tersebut diisi dengan Kitab Tarbiyatu wa al-Tahdib yang diasuh oleh K. Hasan Basrawi.
Sama’uddin, koordinator Pengurus pengajian Kitab PPA Latee, mengatakan bahwa tujuan inti dari diadakannya pengajian kitab ini adalah untuk mengisi kegiatan santri yang duduk di kelas VII dan VIII MTs yang libur kerena ada pelaksanaan UN. “Biar mereka tidak tidur pagi dan keluyuran,” kata Sama’. “Dan juga untuk mengembangkan kemampuan santri dalam membaca kitab turats,” lanjutnya.
Pengajian ini pun dipenuhi oleh sorak dan tawa. Pasalnya K. Hasan Basrawi yang dikenal sangat akrab dengan santri itu menyelingi pengajian dengan canda dan guyonan sehingga para peserta pengajian kitab tidak jenuh.
“Kalau beliau (K. Hasan Basrawi, Red) yang jadi pembimbingnya, santri yang ikut pengajian tidak akan tidur atau bosan, soalnya beliau pasti akan menyelingi dengan canda,” tutur Abdul Halim, salah satu peserta pengajian.
Namun tak semua santri senang adanya pengajian kitab ini, seperti pengakuan salah satu santri—sebut saja namanya AN. Dia mengatakan bahwa dia sangat tidak suka dengan adanya pengajian ini. Menurutnya pengajian tersebut hanya mengganggunya dalam menikmati liburan. “Kan seharusnya liburan seperti ini tidak ada kegiatan, biar santri bisa menikmati liburannya dengan tenang,” ungkapnya.

Senin, April 27, 2009

Sampah, Santri, dan Nasib TPA Taman Kodok

Jamaluddin M Haz, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Sampah yang bertumpuk di sebelah timur jalan raya seberang kediaman K.H. Qoyyum dan H. Subairi itu, yang dikenal dengan sebutan TPA Taman Kodok, semakin hari semakin menumpuk, karena setiap pagi tempat pembuangan sampah itu terus ditambah dengan sampah-sampah baru yang dibuang oleh santri dari beberapa daerah di Annuqayah.
Daerah yang paling banyak menyumbangkan sampah setiap hari adalah Lubangsa. Daerah ini setiap harinya menyumbangkan sekitar enam gerobak untuk tempat pembuangan sampah ini.
“Kami tiap pagi menyumbangkan sekitar enam gerobak untuk tempat pembuangan sampah Taman Kodok. Memang Lubangsa termasuk daerah yang paling banyak menyumbangkan sampah untuk tempat pembuangan itu. Wajar, karena santrinya paling banyak,” ucap Sayyif, Kordinator kebersihan di Lubangsa.
Selain itu, setiap setengan bulan sekali Lubangsa mengadakan Jum’at bersih. Ketika Jum’at bersih ini dilaksanakan, maka jumlah sampah yang dibuang ke TPA jumlahnya lebih banyak.
Meski setiap hari di tempat pembuangan sampah itu ada sekitar lima orang yang memulung sampah, tapi semua itu tak cukup untuk mengurangi risiko gangguan terhadap masyarakat yang ada di sekitar tempat pembuangan sampah tersebut, karena mereka hanya mengambil sampah yang bisa dijual saja. Laju penambahan sampah jauh lebih sedikit daripada jumlah sampah yang dipulung.
Sampah yang bertumpuk itu kadang mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat dan mengganggu aktivitas masyarakat yang ada di lingkungan itu, terutama terhadap rumah yang ada di seberang jalan itu, yaitu rumah K.H. Qoyyum dan H. Subairi.
Menurut H. Subairi sampah, yang bertumpuk itu sangat mengganggu lingkungan yang ada di sekitar situ, karena bau yang sangat menyengat. Apalagi ketika sampah itu dibakar dan asapnya masuk ke dalam rumah-rumah yang dekat dengan sampah tersebut. Asap itu sangat mungkin dapat menimbulkan penyakit.
”Saya berharap kepada pengurus Pesantren agar masalah sampah ini diatasi secepatnya, karena ini sangat mengganggu kepada kami sekeluarga. Minimal satu minggu satu kali ada orang yang bertugas untuk mengatur sampah tersebut agar tidak menumpuk seperti ini, karena ketika menumpuk, sampah ini akan mengeluarkan bau yang busuk. Apalagi ketika sampah itu dibakar,” ucap H. Subairi.
“Sering sekali sampah ini mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat dan kadang sampai mengganggu pernafasan. Saya sangat berharap pihak pesantren bisa mengatasi masalah sampah ini dengan cara apa pun, agar sampah itu tidak lagi mengganggu aktivitas kami sekeluarga,” papar Neng Lili salah satu dari putri K.H. Qoyyum. Bukan hanya Neng Lili yang berharap demikin, tapi santri yang bertempat di pondok itu juga sangat berharap agar pihak pesantren bisa mengatasi masalah sampah itu.
Selain mengganggu lingkungan sekitar, timbunan sampah itu juga mengganggu jalannya lalu lintas yang ada di lingkungan itu. Santri yang melakukan pembuangan sampah itu kadang tidak pernah memperhatikan tempat itu, sehingga, sampah itu terus bertumpuk di sebelah barat di tepi jalan. H. Subaidi sudah pernah mengingatkan santri yang membuang sampah di situ.
Yang paling parah adalah ketika sampah itu dibakar dan asapnya mengepul masuk ke rumah-rumah sekitar, seperti yang terjadi selama beberapa hari sepekan yang lalu. Sampah yang bertumpuk itu dibakar dan asapnya mengepul sampai mengganggu jalanya lalu lintas, karena tempat itu penuh dengan asap.
Santri yang bertempat di K.H. Qoyyum sebenarnya merasa keberatan dengan pembakaran sampah itu, karena imbas dari pembakaran itu juga kembali pada mereka. “Saya sebenarnya keberatan dengan pembakaran sampah itu, karena kami santri di sini menerima imbas dari pembakaran sampah itu. Tapi mau digimanakan lagi, kalau tidak dibakar sampah itu akan menumpuk dan akan mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat,” kata Ainur Rahman, salah satu santri K.H. Qoyyum.
“Asap pembakaran sampah itu sangat mengganggu kami, bahkan terkadang terhadap kesehatan kami. Asap dari pembakaran itu berlangsung hingga sehari semalam dan tidak pernah berhenti,” papar Nurul Huda, salah satu santri Kiai Qoyyum yang lain.
Saat ditanya tentang siapa yang melakukan pembakaran tersebut, H. Subairi mengaku tidak tahu. Si pembakar sampah itu sampai saat ini tetap masih menjadi misteri yang belum terungkap.
Sementara itu, Subaidi, pengurus Kebersihan Lubangsa, menyatakan hal yang sama. “Saya tidak tahu siapa yang membakar sampah tersebut dan kami tidak pernah melakukan pembakaran itu,” tuturnya.
Ketika sampah itu dibakar, hampir setiap hari H. Subairi memadamkan api itu dengan air, agar asapnya tidak lagi mengganggu lingkungan rumahnya. Dia hanya bisa pasrah ketika bau busuk dari sampah itu menyebar.
Sampah yang bertumpuk itu sampai saat ini terus menjadi masalah bagi warga sekitar, karena asap dan bau yang ditimbulkan cukup mengganggu jalannya aktivitas sehari-hari mereka. Masyarakat yang tinggal di sekitar TPA itu sangat berharap agar pihak Pesantren secepatnya menanggulangi masalah sampah di TPA tersebut, karena para santrilah yang membuang sampah-sampah tersebut.

Upaya UKPP Lubangsa Menanggulangi Penyakit Mata

Ach Taufiqil Aziz & Fandrik HS Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Akhir-akhir ini, banyak santri Pondok Pesantren Annuqayah terserang penyakit mata. Tidak hanya santri, salah satu pengasuh Annuqayah juga terkena penyakit yang menular itu. Salah satu dosen STIKA juga terkena wabah itu. Ahmad Noval, salah satu mahasiswa STIKA, mengatakan bahwa ada dosennya yang absen karena terserang penyakit mata.
Demikian juga, penyakit mata mewabah di Lubangsa. Penyakit mata yang diderita oleh santri beragam, mulai hanya satu mata yang merah, sampai pada semua mata merah disertai dengan gangguan penglihatan.
Ada hal unik dan menarik dari santri yang terjangkit penyakit mata. Banyak dari mereka menutupi matanya dengan kacamata hitam. Ke mana pun mereka pergi selalu tidak lepas dari kacamata. Entah jalan-jalan, menanak, sampai saat ingin mandi. Hal ini diakui oleh Juandi, salah satu santri Lubangsa. ”Saya berkacamata bukan karena ingin dibilang gaya atau gaul. Tapi karena malu sama santri lain,” ungkapnya.
Semakin hari semakin banyak santri yang terserang penyakit mata. Hal ini tentu membuat khawatir santri lain yang masih belum terserang panyakit itu. Kekhawatiran itu muncul karena dugaan bahwa penyakit tersebut menular.
Menurut salah satu pengurus Usaha Kesehatan Pondok Pesantren (UKPP) Lubangsa yang menangani kesehatan santri PPA Lubangsa, penyakit mata merupakan penyakit menular. Penularannya yang paling banyak melalui air yang digunakan untuk mandi.
“Di pesantren kan kalau mandi dalam suatu kamar mandi yang besar. Mandinya juga gantian. Sehingga ketika ada salah satu santri yang terkena penyakit mata mandi, dimungkinkan virus mata tersebut menyebar dan menular kepada santri lain,” ungkap Mohammad Faiz Arifanto, salah satu pengurus PPA Lubangsa seksi kesehatan.
Saat ditanya usaha apa saja yang dilakukannya untuk dapat mencegah penyakit mata, ia menjawab bahwa pihaknya telah menyediakan berbagai obat-obatan, mulai dari pil sampai perra mata. Selain itu, ia menambahkan, pihaknya juga telah menyiapkan pelayanan akupuntur bagi santri yang sakit. Akupuntur ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menyembuh derita santri yang terkena penyakit.
“Bagi santri yang mendapat musibah itu, jangan sungkan dan malu pada kami, sebab penyakit itu sangat cepat menularnya. Kalau tidak segera diobati akan berakibat fatal bagi yang lain,” imbuh pengurus yang juga menjabat sebagai ketua Iksaputra itu.

Minggu, April 26, 2009

Madrasah Diniyah Lubangsa Adakan Ujian Semester Genap

Jamaluddin M Haz, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Jum’at malam (24/04) kemarin, Madrasah Diniyah Baramij al-Tarbiyah wa al-Ta‘lim (MD-BTT) PPA Lubangsa melaksanakan ujian semester genap. Ujian semester genap ini dilaksanakan setelah Isya’. Namun pelaksanaannya di malam Sabtu kemarin tidak berjalan dengan lancar, karena lampu padam.
Lampu yang padam sejak jelang Maghrib itu sempat membuat seluruh siswa Madrasah Diniyah Lubangsa merasa senang karena mereka berpikiran jika lampu padam maka ujian tidak akan bisa dilaksanakan. Namun dugaan mereka salah. Pengurus Diniyah tetap melaksanakan ujian semester genap tersebut dengan bantuan mesin diesel milik MA 1 Annuqayah Putra. Pengurus Madrasah Diniyah meminta bantuan kepada salah satu staf MA 1 Annuqayah Putra agar menghidupkan mesin diesel tersebut demi kelancaran ujian semester genap ini.
”Saya diminta oleh pengurus Madrasah Diniyah Lubangsa untuk menghidupkan mesin diesel MA Putra demi kelancaran semester genap ini,” papar Zainul Arifin, salah satu staf di MA Putra.
“Pelaksanaan ujian semester genap ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar yang sudah dilakukan selama ini dan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan anak-anak dalam menghadapi soal-soal ujian ini,” tutur Aufal Marom, Kepala Madrasah Diniyah Lubangsa.
Pelakasanaan ujian berlangsung selama dua malam yaitu dari malam Sabtu sampai malam Ahad (24-25/4). Materi ujiannya pun hanya empat materi ujian, yang di antaranya adalah materi Nahwu dan Sharraf.
Kebanyakan siswa Diniyah tidak siap untuk mengikuti ujian semester genap ini.” Saya kurang siap menghadapai ujian ini, karena saya baru dengar pengumumannya dari teman dan saya tidak melihat jadwal yang dipampang di papan pengumuman,” ucap Khozen salah satu siswa Diniyah Lubangsa.

Libur UN, PPA Karang Jati Putri Menggelar Taman Baca

Khazinah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—Sejak dimulainya libur UN SMA sederajat Senin (20/4) yang lalu, PPA Karang Jati Putri menggelar Taman Baca yang dibuka setiap hari pada pukul 7.30 WIB dan ditutup pada sore hari sekitar 16.30 WIB sebelum pembacaan ayatul hirzi dimulai.
Taman Baca selama libur UN ini diletakkan di lantai dua Mushalla Assaudah. Selain tempatnya yang sejuk dan angin yang semilir membuat para santri tergugah hatinya untuk segera mendatangi Taman Baca dan melahap habis buku-buku yang disediakan oleh pengurus perpustakan, buku yang disediakan sebenarnya adalah buku-buku lama koleksi perpustakaan yang dibaur dengan buku-buku baru. Tentu saja semua buku-buku tersebut masih asyik untuk dibaca, baik itu buku fiksi populer Islam maupun karya nonfiksi.
Setiap hari pengunjung Taman Baca terus ramai berdatangan. Bahkan banyak santri yang seharian berada di tempat Taman Baca. “Senang sekali ada Taman Baca, jadi waktu tidak terbuang sia-sia,” ujar Zahroh, santri Karang Jati yang sejak pagi Sabtu (25/4) kemarin berada di Mushalla. Rencananya Taman Baca ini akan tetap diadakan untuk mengisi kekosongan waktu libur para santri saat UN MTs sederajat berlangsung mulai Senin (27/4) besok. “Karena sebagian santri sebentar lagi akan libur untuk menghadapi UN MTs,” tutur Khalifatus Sa’diyah, koordinator perpustakaan yang menangani program Taman Baca ini.

Jum’at Kubro di Lubangsa

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Hari Jum’at adalah hari yang sangat dinanti-nantikan oleh santri di berbagai daerah di PP Annuqayah, karena hari Jum’at bagi santri menjadi hari libur. Semua kegiatan pesantren diliburkan. Tinggal pilih-pilih saja kegiatan apa saja yang akan dilalukan sendiri. Ingin tidur sepuasnya, terserah!
Ada satu yang paling dinanti bagi santri di hari itu. Hari Jum’at adalah hari panennya santri. Banyak santri yang dikunjungi orang tuanya pada hari Jum’at. Selain menanti datangnya kiriman bekal dari orang tua, hari itu juga menjadi ajang pelampiasan kerinduan mereka terhadap keluarga. Tak jarang banyak santri yang menanti datangnya keluarga hingga sampai di jalan-jalan sekitar pesantren.
Lain halnya dengan santri PP Annuqayah Lubangsa, yang tercatat sebagai salah satu daerah dengan jumlah santri yang besar di Annuqayah. Santri Lubangsa membagi hari Jum’at menjadi dua bagian yang saling berselang-seling, yakni Jum’at kubro (besar) dan sughro (kecil). Jum’at kubro dan sughro terjadi dua kali dalam sebulan dan hari Jum’at (24/4) kemarin termasuk hari Jum’at kubro. Mereka menamakan hari Jum’at itu dengan berlandaskan pada banyaknya santri yang dikunjungi keluarga mereka. Kebanyakan santri dikunjungi orang tuanya setiap setengah bulan sekali.
Banyak santri yang nongkrong di depan Masjid Jamik hanya untuk menanti “harta karun” dari rumah mereka. ”Saya nunggu eppak. Sekarang sudah saatnya kiriman. Janjinya mau datang pagi ini, tapi kok tidak datang-datang juga ya!” ungkap Khairuddin sambil sesekali kelihat ke arah utara sepanjang jalan MTs dan MA 1 Annuqayah Putra.
Tak lama kemudian santri yang tercatat sebagai siswa di MTs 1 Annuqayah Putra itu melonjak kegirangan setelah melihat ayahnya datang dengan sepeda motor Suzuki Tornado. ”Itu eppak datang,“ ungkapnya girang sekali.
Jum’at kubro ini bukan hanya menguntungkan bagi yang dikunjungi orang tuanya. Yang tidak pun juga untung. Seperti yang dikatakan oleh Saiful Bahri, jika pada hari Jum’at kubro ia tak usah menanak karena banyak temannya yang dikirim bekal oleh keluarga mereka. Tinggal menunggu panggilan saja, atau bertamu ke bilik teman.
“Seperti sekarang, saya tidak usah menanak. Banyak teman yang meminta saya untuk ikut makan makanan yang dibawa keluarga mereka,” ungkapnya.

Sabtu, April 25, 2009

Santri Latee Diserang Penyakit Mata

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Berhati-hatilah jika berkunjung ke PPA Latee, sebab saat ini santri PPA Latee yang jumlahnya sekitar 700 orang itu 80% mengalami sakit mata.
Menurut data yang didapat dari pengurus bagian Kesehatan PPA Latee, penyakit yang cukup meresahkan dan menganggu para santri itu diduga menyebar di Latee sejak Kamis (23/4).
“Saya tidak tahu pasti sejak kapan para santri diserang penyakit mata. Namun saya menemukan santri-santri yang menderita sakit mata sejak kamis kemarin,” tutur Zainul Hasan, Kordinator Derpartemen Kesehatan PPA Latee. Menurut dugaannya, penyakit itu disebabkan oleh kuman yang menyebar di air yang dipakai wudlu’. “Teman-teman santri sering mengambil wudlu’ ke dalam bak mandi, maksudnya air sisa wudlu’ ataupun cuci muka dikembalikan ke dalam bak mandi. Juga dari pakaian yang sering dipakai santri, soalnya mereka kan sering pake’ punya temannya,” papar Zainul.
Untuk menanggulangi hal tersebut, saat ini pengurus PPA Latee menyediakan beberapa obat penyembuhan dan pencegahan, seperti obat tetes Aito serta mewanti-wanti para santri untuk berhati-hati menggunakan pakaian dan tidak berwudlu’ ke dalam bak mandi. “Saat ini hanya itu yang bisa kami lakukan. Jadi mohon maaf bagi para santri, mungkin beberapa waktu ke depan akan kami usahakan pengobatan atau penyuluhan,” kata Abd. Rafiq Abdullah, Ketua pengurus PPA Latee.
Bermacam cara santri mengobati penyakit yang mereka derita itu, baik dengan pengobatan alami seperti meneteskan air embun atau membeli obat kimia seperti obat tetes mata yang dijual di toko-toko. Mukhlis, misalnya mengaku bahwa dia mengobati matanya dengan cara alami yaitu meneteskan embun ke matanya. “Yang alami lebih baik dan murah lagi,” cetus Mukhlis. “Juga jangan lupa berdoa kepada Allah agar lekas disembuhkan,” tambahnya.
Santri Latee yang lain, Zuhir, mengatakan bahwa dia menggunakan obat tetes Insto untuk mengobati matanya. “Saya memilih Insto karena sudah sesuai dengan aturan yang diberikan dokter,” kata Zuhir.
Dengan adanya penyakit mata ini, beberapa mitos pun muncul di kalangan santri, seperti larangan untuk memandang mata orang yang sedang menderita sakit mata karena takut penyakitnya pindah ke orang yang memandang. Namun itu semua tergantung keyakinan masing-masing.

Catatan dari Acara Launching Buletin Tapak dan Ulang Tahun Sanggar Basmalah yang Keenam

Fahrur Rozi, PPA Lubangsa Selatan

GULUK-GULUK—Dalam beberapa tahun terakhir, iklim kesenian di Annuqayah mengalami dekadensi. Salah satu bukti, terbaca dari merosotnya karya-karya sastrawan Annuqayah yang muncul di media massa dan menipisnya perolehan penghargaan yang diterima oleh mereka dari berbagai kompetisi sastra tanah air. Para seniman Annuqayah kini seperti sedang berleha-leha menikmati kejayaan para pendahulunya. Annuqayah pada beberapa tahun yang lalu memang sempat memiliki seniman yang karya-karyanya banyak muncul di media massa, baik koran maupun majalah. Di antara nama-nama yang bisa disebut dalam periode itu adalah Sofyan RH. Zaid, Bernando J. Sujibto, M. Wail Irsyad, Ra Mamber, dan lain-lain. Namun kini, selepas nama-nama itu pergi mengembara ke belantara kota, jejaknya seperti patung yang eksis namun miskin pengaruh terhadap penerusnya. Hanya tinggal nama dan kenangan yang membanggakan!
Demikian teropong Lil Jalal Ambar yang disampaikan dalam acara Launching Buletin Tapak dan ulang tahun Sanggar Basmalah PPA Lubangsa Selatan yang ke-6, Kamis malam (23/4), bertempat di Aula Diniyah Lubangsa Selatan. Dalam kesempatan tersebut ia juga menyatakan bahwa seniman Annuqayah sekarang sedang mengidap penyakit gila popularitas. Mereka hanya memoles bagian luar, tanpa berusaha mengasah bagian dalamnya, yang berarti kemampuan intelektualitas. “Hanya berbekal gelang karet lima buah dan baju yang compang-camping, mereka sudah mengatakan dirinya adalah seniman. Tapi ditanya mana karyanya, mereka bilang tidak ada. Ini patut disayangkan,” katanya.
Menemani Ambar, panggilannya, salah satu pengurus Sanggar Basmalah, Fahrur Rozi, juga angkat bicara. Ia membahas tentang minimnya media yang menampung karya sastrawan Annuqayah secara khusus dan sastrawan Madura secara umum. Menurutnya, ada fenomena yang sangat lucu dalam kamus kesusastraan Pulau Garam ini. Dia mencontohkan, kira-kira tiga tahun yang lalu majalah sastra Horison pernah memberikan ruang istimewa bagi sastrawan Madura. Dalam edisi tersebut seluruh karya yang diterbitkan adalah karya sastrawan Madura. Beberapa bulan yang lalu juga muncul di koran Suara Karya beberapa tulisan yang coba mengulas tentang fenomena kesusastraan Madura. Dalam tulisan tersebut ternyata mayoritas sastrawan Madura adalah dari Sumenep dan kebanyakan mereka adalah kaum santri.
Namun, terlepas dari perhatian yang diberikan sastra Indonesia tersebut, fenomena menyedihkan muncul. Kalau ditanya adakah media massa yang menampung karya sastra sastrawan Sumenep di lingkungan mereka sendiri? Jawabannya, nyaris tidak ada. Kalaupun ada, perhatiannya tak lebih hanya sebagai pelengkap penderita. Tidak jarang media “membuang” karya sastra oleh karena ada sebuah iklan seorang caleg ingin nempel di media tersebut. Buletin Tera, STKIP Sumenep, yang digadang-gadang menjadi ikon buletin sastra di Madura ternyata tak berkabar lagi, hilang entah ke mana.
Acara Ulang Tahun Sanggar Basmalah dan launching Buletin Tapak tersebut didesain dengan sangat sederhana. Para undangan berasal dari kantong-kantong kesusastraan, pustakawan, dan kru buletin yang ada di Annuqayah. Dalam sambutannya, Abd. Basith Cobart, mewakili departemen Olahraga dan Kesenian (Orkesen) PPA Lubangsa Selatan, menyambut baik ide yang digagas oleh Sanggar Basmalah dengan menerbitkan buletin. Menurutnya, hal itu sangat membantu terbentuknya iklim kesusastraan yang baik di Annuqayah. Dia juga salut kepada anggota Sanggar Basmalah karena dalam catatannya hanya Basmalah yang selama ini sering mengadakan acara.
Dalam acara tersebut, prosesi ulang tahun dilaksanakan dengan peniupan lilin oleh ketua Sanggar Basmalah, Lil Jalal Ambar. Prosesi juga diiringi dengan lagu Happy Birthday yang dinyanyikan oleh anggota sanggar yang berderet di belakang Ambar. Setelah prosesi, giliran tampil beberapa seniman Annuqayah. Mereka unjuk kebolehan dengan membaca puisi. Sholeh dari Sanggar Saksi, PPA Latee dan Homaidi dari Sanggar Padi, PPA Lubangsa Selatan mendapat kesempatan untuk tampil di hadapan undangan. Selain mereka adalah dari anggota Sanggar Basmalah sendiri.
Kemudian acara dilanjutkan dengan launching buletin. Dalam hal ini, Chaerul Umam Sah, salah satu senior Basmalah, didapuk mengawal acara. Dengan mendeklamasikan beberapa bait puisi, ia melaunching buletin tersebut. Setelah dilaunching, buletin tersebut dipresentasikan kepada undangan yang hadir. Ditunjuk sebagai presentator adalah Lil Jalal Ambar, ketua Sanggar Basmalah sekaligus Pimpinan Redaksi Buletin Tapak, dan Fahrur Rozi, salah satu Dewan Redaksi buletin tersebut.
Buletin Tapak memang Buletin yang diformat sangat sederhana. Dalam edisi perdananya, buletin ini dicetak dalam bentuk stensilan. Jumlah halamannya hanya delapan halaman dengan ukuran kwarto lipat dua. Banyak undangan yang mengusulkan, untuk terbitan berikutnya jumlah halamannya diperbanyak. Buletin ini diproyeksikan terbit tiap kisaran waktu tiga bulan sekali.

Kesan Siswa MA Tahfidh Selama Mengikuti UN

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Empat hari berlalu tak terasa. Akhirnya, ujian yang begitu “menakutkan” itu, Ujian Nasional (UN), telah berlalu tanpa terasa. Tepatnya Jumat (24/4) kemarin, ujian itu berakhir. Namun, meski dalam waktu yang sesingkat itu, UN tetap menciptakan sebuah kesan yang sulit dilupakan bagi siswa MA Tahfidh.
“UN bagi saya sebuah kenangan yang sulit dilupakan. Apalagi saat kita harus nyetop taksi buat pergi ke tempat ujian,” kata Adlan Ali.
Untuk diketahui, UN 2009 untuk MA Tahfidh Annuqayah diletakkan di MA 2 Annuqayah, yang kemudian mengharuskan para siswa untuk menempuh jarak satu kilometer ke utara pondok sehingga banyak para siswa yang memilih naik taksi ketimbang jalan kaki.
Lain lubuk lain ikannya, lain orang lain kesannya. Badriyanto pun turut menceritakan kesannya selama pelaksanaan UN. Dia mengatakan bahwa kesan yang ia dapat salah satunya adalah hiburan. “Pergi ke Kemisan baik itu ikut taksi ataupun jalan kaki bagi saya merupakan sebuah hiburan karena di sana kita bisa cuci mata,” cetus Badri sambil tertawa.
Perjalanan dari komplek PP Annuqayah ke Kemisan sering kali dijadikan kesempatan oleh para siswa untuk iseng-iseng cuci mata dan lain sebagainya untuk menghibur diri.
Lain pula bagi Alfan Al Hafas. Dia mengatakan kalau saat mengikuti UN di MA 2 Annuqayah, dia mendapatkan sebuah pengalaman menarik. “Pas hari pertama ujian, saya diserang sakit perut. Saat itu hujan deras kan. Saya harus hujan-hujanan untuk cari WC, tapi nggak ketemu dan terpaksa saya keluarkan isi perut di tempat kencing,” papar Alfan.
Terlalu banyak kesan yang didapatkan para siswa, baik kesan lucu, mengharukan dan lainnya. Yang jelas kesan itu menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi siswa MA Tahfidh.

Jumat, April 24, 2009

Nirmala Putri Adakan Pelatihan bagi Calon Ustadzah TK/TPA


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—TK/TPA Al-Wildan PPA Nirmala Kamis (23/4) kemarin memulai kegiatan pelatihan bagi calon ustadzah bekerja sama dengan LPPTKA BKPRMI Sumenep. Pelatihan ini akan berlangsing sampai 25 April. Pada acara pembukaan Kamis kemarin, hadir Ny. Fadhilah Hunaini (Kepala TK/TPA Al-Wildan), K.H. A. Hamidi Hasan (pengasuh harian Nirmala), Hamdi Zuhdi (Kepala TK Desa Penanggungan), A. Dahnan, Junaidi, Hasyik, Moh. Yasin, dan Nuruddin (semuanya narasumber dari LPPTKA BKPRMI Sumenep).
”Tujuan diselenggarakannya acara ini tidak lain untuk memberikan keterampilan dan wawasan yang memadai dalam rangka pengembangan dan pengelolaan TK/TP al-Qur’an,” tutur Jamilah, ketua panitia kegiatan ini. ”Semoga kegiatan ini bisa memberikan banyak manfaat dan sesuai dengan apa yang kita harapkan,” tambahnya.
Ny. Fadhilah Hunaini, Kepala TK/TPA Al-Wildan, dalam sambutannya menuturkan bahwa santri di Nirmala untuk tingkat kelas-kelas tertentu memang diwajibkan mengikuti beberapa kegiatan misalnya pelatihan calon ustadzah ini. Menurutnya, mengikuti kegiatan semacam ini tidak akan pernah ada ruginya. ”Bagaimanapun, kita pasti akan menjadi guru. Minimal bagi anak-anak kita sendiri. Atau kalau tidak, masih ada anak tetangga kita yang membutuhkan pendidikan,” tutur beliau.
Dalam sambutannya di acara pembukaan, Fadhilah berterima kasih kepada para narasumber yang hadir dari LPPTKA BKPRMI Sumenep dan penyaji yang hadir pada pembukaan kemarin. ”Berkat bantuan beliau-beliau ini juga kita terus tetap berkembang dan dapat mempertahankan eksistensi kita. Alhamdulillah apresiasi masyarakat saat ini baik. Bahkan ada seorang wali yang mengungkapkan kebanggaannya terhadap TK Al-Wildan,” tambah beliau.
Pelatihan ini diikuti 25 peserta, dengan perincian 20 dari Nirmala, dan 5 peserta dari luar Nirmala. Pelatihan ini ditujukan untuk kelas XI Aliyah/sederajat.

Santri Darul Lughah Isi Liburan dengan Kerja Bakti

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Liburan UN untuk kelas X dan XI MA sederajat diisi bermacam kegiatan oleh para santri, tak terkecuali bagi santri Darul Lughah Latee yang juga menikmati liburan tersebut. Setelah Rabu (22/4) kemarin para santri yang berjumlah 12 orang tersebut mengisi liburan sekolah dengan kerja bakti berupa membersihkan WC dan halaman Darul Lughah, Kamis (23/4) kemarin mereka kembali mengadakan kerja bakti, yaitu membantuk mengecor Mushalla Latee yang sedang dibangun.
Kerja bakti tersebut mereka lakukan semata-mata karena mereka tidak mempunyai kegiatan yang berarti. “Ketimbang tidur pagi kan lebih baik seperti ini (kerja bakti, red). Selain bisa membantu sesama, kita bisa sekalian olahraga dan mengabdi kepada Pesantren,” kata Mukit Arif yang mempunyai inisiatif kerja bakti.
Hal ini pun disambut gembira oleh jajaran pengurus Darul Lughah. Abd Rahim, salah satu pengurus Darul Lughah, mengungkapkan bahwa dia merasa bangga pada mereka. “Saya acungkan jempol buat mereka. Saya bangga. Tanpa disuruh, mereka mau berbuat hal-hal yang mungkin bagi santri-santri lain sangat sulit dikerjakan. Mereka hebat,” kata Rahim.
Suryadi Aziz selaku ketua Darul Lughah pun merasa senang dengan apa yang dilakukan santrinya. “Patut diacungkan jempol. Hal ini membuktikan bahwa santri Darul Lughah masih patut dicontoh. Saya harap kegiatan seperti tidak hilang dari mereka,” ungkap Suryadi.
Sebenarnya, dari para santri maupun pengurus Darul Lughah tak ada rencana untuk mengadakan kerja bakti. Namun ketika para santri yang kebetulan libur UN sedang berkumpul setelah kursus bahasa Arab Rabu pagi kemarin, mereka kebingungan mau mengisi liburan mereka hari itu dengan apa. Tapi tiba-tiba Mukit Arif mengusulkan untuk bersih-bersih WC dan halaman Darul Lughah yang saat itu kebetulan sangat kotor.
“Mulanya saya tidak menyangka. Saya kira mereka cuma bergurau. Ternyata mereka beneran mau bersih-bersih. Ya saya setujui saja,” kata Febriansyah, pengurus Darul Lughah bagian kebersihan.

Kamis, April 23, 2009

Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (5)

Subaidi, Sekretariat PPA

Al-Hikmah adalah lembaga pendidikan Islam yang benar-benar bersih. Bersih dalam artian yang sesungguhnya. Lantainya bersih, halaman berumputnya bersih. Toiletnya kinclong dan bebas bau. Kantinnya tidak jorok, sangat rapi dan tertib. Setiap orang yang makan di sana, entah itu siswa, ustadz, hingga tamu, jika selesai makan harus membereskan piring-piringnya ke tempat khusus.
Pada saat makan siang sehabis shalat Jum’at, kami kebetulan makan bersama dengan ustadz-ustadz Al-Hikmah yang lain, namun lain meja. Sehabis makan, karena kebiasaan di rumah atau di pondok, kami membiarkan saja piring-piring dan gelas tergeletak begitu saja di atas meja seperti kapal pecah (yang makan delapan orang), dan kami akan beranjak pergi untuk pamit pulang kepada pimpinan SMA Al-Hikmah di ruang kerjanya. Namun, sebelum kami benar-benar meninggalkan meja, Ustadz Mukhtar mendatangi kami, “Ustadz, kami biasa membereskan peralatan makan sehabis isinya dimanfaatkan,” ujar beliau sopan disertai dengan senyuman. Hik!
Ada tiga indikator kebersihan yang diterapkan di Al-Hikmah: bebas sampah, bebas debu, dan bebas noda. Di setiap ruangan di Al-Hikmah terdapat lembar kontrol kebersihan. Dalam lembaran itu tercatat semua jenis barang yang ada di ruangan itu, misalnya lantai, dinding, meja-kursi, dan sebagainya. Jika selesai dibersihkan, petugas akan memberikan tanda centang pada item yang telah dibersihkan sesuai dengan tanggal yang tertera. Maka kontrol pimpinan tinggal melihat lembar itu dan memeriksa apakah tiga indikator tersebut sudah terpenuhi. Dan selama saya berada di sana, satu pun tidak pernah saya temui ada sampah liar yang dibiarkan. Menurut Ustadz Edy, di setiap lantai terdapat satu orang yang bertanggung jawab menjaga dan memelihara kebersihan dan kerapihan.
Al-Hikmah juga bebas rokok. Ketika rombongan studi visit dan magang baru tiba di Masjid Al-Akbar Surabaya, salah seroang staf Al-Hikmah telah berpesan agar jika tiba di Al-Hikmah nanti mohon tidak ada yang merokok. Walhasil ketika rombongan tiba, beberapa “ahli hisap” dari Annuqayah harus berpuasa tidak merokok. Pada hari pertama magang, pesan sebaiknya tidak merokok juga diulang lagi oleh Ustadz Mukhtar yang mengantar jemput kami. “Jika tidak ingin ditegur murid-murid, sebaiknya yang “ahli hisap” menahan tidak menghisap dulu”, katanya sambil bercanda.
Tidak hanya kebersihan. Budaya tertib murid-murid di sana juga sangat tinggi. Ketika tiba waktu makan siang, dengan tertib murid-murid mengantre. Ruang perpustakaan dan masjid dianggap suci dan sepatu tidak dibawa ke dalam. Saya lihat, tidak ada sepatu tergeletak begitu saja di depan pintu, akan tetapi diletakkan dengan rapi di tempat yang memang sudah disediakan. Pernah satu kali, karena saya pikir toh tidak akan menjadi masalah, ketika mau shalat Zhuhur, saya tidak meletakkan sepatu di tempat yang disediakan. Saya meletakkannya di lantai di sisi tempat sepatu itu. Sehabis sholat, saya terkejut karena sepatu saya sudah tidak di tempatnya lagi. Bukan hilang. Sepatu saya itu ternyata nangkring di tempat yang seharusnya. Tebak siapa yang melakukan.
Selama saya di sana, saya belum mendapatkan kekurangan di Al-Hikmah. Kecuali satu: jika sekarang saya punya anak, mustahil saya bisa menyekolahkan anak saya ke SMA Al-Hikmah. Tentu saja karena saya tidak punya duit satu juta lima puluh ribu rupiah tiap bulan untuk SPP-nya saja. Tapi jika saja saya diterima di Al-Hikmah sebagai karyawan, minimal sebagai tenaga kebersihan, maka tiap bulan saya mendapatkan penghasilan satu juta lebih. Apalagi bisa jadi ustadz. Anak saya bisa sekolah di sana dengan hanya membayar SPP 10 %-nya saja. (Habis)

Lubangsa Buat Aturan Tambahan Kepesantrenan

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Selepas shalat Maghrib berjamaah di Masjid Jamik Annuqayah Selasa malam (21/4) kemarin, Pengurus PPA Lubangsa mengumumkan beberapa aturan baru atau tambahan mengenai aktivitas yang berkaitan dengan kepesantrenan. Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh ketua pengurus PPA Lubangsa, Lukman Mahbubi, di depan ratusan santri yang berada di dalam Masjid Jamik itu.
Salah satu peraturan tersebut adalah tata cara santri pergi bertakziah. Dalam aturan itu santri dilarang bertakziah sebelum ada permintaan langsung dari yang keluarga yang berbela sungkawa. Begitu pula, jumlah santri yang akan takziah dibatasi hanya satu mobil. Itu pun tidak boleh menggunakan mobil pikep.
“Kita ke sana bukan untuk makan-makan tapi untuk ikut berbela sungkawa. Kalau banyak, misal sampai 50 orang, itu bukan takziah namanya,” ungkap ketua pengurus itu.
Seluruh santri bergemuruh ketika ia mengumumkan aturan yang datangnya dari pengurus seksi P2K (pengembangan peribatan dan kepesantrenan). Dalam aturan itu tertulis, santri dilarang shalat berjamaah dengan menggunakan kemeja lengan pendek. Santri diharuskan untuk shalat berjamaah dengan kemeja lengan panjang atau memakai jaket bila terpaksa berkemeja lengan pendek. ”Boleh memakai lengan pendek asalkan pakai jaket,” ungkap ketua pengurus ketika memberi keterangan.
Beberapa bulan lalu, ada peraturan bahwa saat shalat berjamaah santri dilarang memakai baju yang ada gambarnya di belakang.
Santri semakin bergemuruh setelah Pengurus membacakan aturan bahwa dengan alasan apa pun santri dilarang turun dari Masjid selepas jamaah Maghrib sampai jamaah Isya’ selesai.
Ada sebagian santri yang tanpa beban mengatakan bahwa shalat berjamaah kok seperti di penjara.
Ahmad, bukan nama sebenarnya, mengaku kebingungan dengan peraturan itu, utamanya dengan aturan soal baju. Ia mengungkapkan bahwa ia hanya punya satu baju yang lengan panjang, yaitu baju koko. Lainnya, empat kaos, dua jaket yang dibelakang ada gambarnya, dan tiga baju lengan pendek.
“Saya bingung harus pakai apa nanti. Semoga saja Haji Anam (pedagang pakaian yang biasa masuk pesantren, red) membawa baju yang cocok untuk saya. Saya akan pinjam uang dulu pada teman (untuk membeli baju, red),” ungkapnya yang sudah merasa keberatan dengan adanya aturan sebelumnya bahwa baju bergambar tak boleh dipakai saat shalat jamaah.
Menurutnya, memakai baju lengan pendek lebih sopan dari pada memakai jaket waktu berjamaah. Ia membeberkan, banyak santri yang jaketnya “cool abis” dengan style yang sangat mencolok. “Menurut saya, lebih pantas pakai baju lengan pendek daripada berjaket,” ungkapnya setelah mendengar bahwa memakai jaket diperbolehkan.

Berita terkait:
Lubangsa: Setelah Operasi Sandal Jepit, Kini Pakaian Santri

Rabu, April 22, 2009

Lubangsa Adakan Praktik Mengurus Jenazah

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Menyambut libur bagi siswa yang tidak mengikuti UN SLTA, pengurus PPA Lubangsa seksi pendidikan, penalaran, dan pengembangan keilmuan (P2PK) mengadakan praktik pengurusan jenazah yang ditempatkan di Masjid Jamik Annuqayah. Kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap itu dimulai Senin pagi (20/4) pukul 07.30 WIB.
“Biasanya, kalau menghadapi liburan UN, santri yang kelas satu dan dua diberi kegiatan praktik mengurus jenazah seperti ini. Dulunya pengurus juga mengadakan kegiatan seperti itu dan formatnya sama dengan yang sekarang,” ungkap Sufyan Auri, salah satu pengurus P2PK.
Praktik tersebut dimulai dari pengurusan jenazah ketika baru meninggal, memandikan, mengkafani, menyalatkan, sampai menguburkan. Kegiatan praktik ini dibuat berkelompok dan yang menentukan kelompok itu adalah pengurus.
Abd. Wasik, salah seorang pengurus, mengungkapkan bahwa pengurusan jenazah dinilai penting karena kebutuhan masyarakat yang tak bisa ditolak mengingat semua manusia akan menjemput kematiannya. Tambahan pula, pengetahuan santri mengenai praktik pengurusan jenazah masih kurang.
“Kami memang memilih apa yang paling dibutuhkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut saya, pemilihan praktik mengurusi jenazah ini sangat tepat sekali, sebab praktik ini membutuhkan waktu yang cukup banyak, dan liburan beberapa hari terakhir ini saya rasa cukup untuk mempraktikkannya,” ungkap pengurus asal Randu Agung itu.
Para santri terlihat antusias mengikuti jalannya kegiatan praktik tersebut. Beberapa santri mengaku suka dengan praktik itu, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Affan. Affan merasa mendapatkan suntikan semangat baru dan pengalaman baru pula. “Baru kali ini saya mengikuti latihan praktik pengurusan jenazah,” ungkapnya.

Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (4)

Subaidi, Sekretariat PPA

Jika Anda kebetulan sedang berselancar di internet, cobalah kunjungi website Al-Hikmah. Pada header halaman situs, terpampang jelas sebuah motto, “Berbudi dan Berprestasi”. Dua kata itulah yang menginspirasi Al-Hikmah untuk menghasilkan manusia-manusia yang mumpuni di bidang ilmu dan teknologi namun juga mampu menjunjung nilai-nilai dan adat ketimuran, lebih-lebih syariat Islam dan akhlaqul karimah. Sejatinya, Al-Hikmah adalah lembaga dakwah Islam berbasis pendidikan.
Dengan sistem yang kuat mengakar serta dedikasi tinggi para pengelolanya, tak heran jika kemudian Al-Hikmah menjadi lembaga yang keberadaannya sangat diperhitungkan, khususnya di kota Surabaya. Meskipun begitu, Al-Hikmah mau membuka diri untuk menjadi lembaga Islam percontohan yang mudah dan layak dicontoh. Kira-kira seperti itulah yang disampaikan salah seorang staf Yayasan Al-Hikmah, Ustadz Mukhtar. Satu hal yang mungkin perlu menjadi catatan adalah bahwa biaya pendidikan di Al-Hikmah relatif mahal, bahkan tidak terjangkau masyarakat bawah.
Bahwa Al-Hikmah mahal sudah pasti. Namun hal itu seimbang dengan apa yang Al-Hikmah lakukan untuk para peserta didiknya. Apalagi Al-Hikmah mengadopsi sistem Full Day School yang tentu saja biaya operasionalnya lebih tinggi dibanding sekolah konvensional lainnya.
Guru-Guru di Al-Hikmah sangat berdedikasi dan disiplin. Mereka bagus bacaan al-Qur’annya, disiplin shalat malamnya, dan capacity buildingnya terus berkembang, baik hal itu dilakukan secara otodidak dengan membaca, ataupun melalui program-program pengembangan atau pelatihan yang dilaksanakan oleh Yayasan Al-Hikmah.
Hebatnya lagi, semua ustadz di Al-Hikmah adalah guru agama—guru agama yang kebetulan mengampu materi umum semisal Biologi, Kimia, Fisika, dan lainnya. Akan tetapi jangan dikira bahwa yang dimaksud dengan guru agama di sini mereka semua sarjana agama (S.Ag, atau S.Pd.I) seperti di Annuqayah. Sama sekali tidak. Mereka memang kompeten sesuai dengan materi yang diampunya. Artinya, jika mengampu materi Biologi, mereka memang Sarjana Pendidikan Biologi atau sejenisnya.
Di Al-Hikmah tidak ada satuan pendidikan di bawah Yayasan yang mengangkat sendiri ustadz-ustadznya. Semua pendidik dan tenaga kependidikan lainnya direkrut oleh Yayasan. Rekrutmennya pun tidak main-main. Mereka menerapkan persyaratan-persayaratan tertentu untuk diterima menjadi ustadz atau tenaga pendidik di Al-Hikmah. Pertama-tama yang menjadi kriteria calon ustadz adalah ibadah dan bacaan al-Qur’annya. Dari cerita Pak Mukhtar, ketika ada calon ustadz yang mendaftar, maka yang ditanya pertama kali adalah, “Jam berapa tadi pagi Anda bangun untuk shalat subuh?”
Menilai kualitas ibadah seorang calon ustadz, gampangnya, bisa dilihat dari bagaimana dia melaksanakan shalat shubuh. Jika subuhnya berbarengan dengan terbitnya matahari, maka hampir bisa dipastikan bahwa ibadah-ibadah yang lainnya juga amburadul. Untuk menilai bahwa seorang calon ustadz melaksanakan amalan-amalan hasanah, maka ditanyakan doa-doa harian untuk pekerjaan-pekerjaan kecil, seperti doa mau makan, atau doa berkendara, dan sebagainya.
Ada hal menarik sarat hikmah yang kami dapatkan ketika kami duduk-duduk santai menunggu shalat Jum’at di Masjid SMA Al-Hikmah. Salah seorang dari peserta magang mengajak ngobrol salah seorang tenaga kebersihan masjid yang kebetulan waktu itu sedang mengepel lantai masjid. Umurnya kira-kira 60 tahunan. Namun dia sangat enerjik dan tangkas mengepel lantai hingga kilap—sekadar diketahui, kebersihan di Al-Hikmah sangatlah terjaga dan memiliki standar mutu tertentu yang terus dikontrol. Dari obrolan itu kami kemudian tahu bahwa tenaga kebersihan itu ternyata juga merangkap sebagai ustadz yang mengajarkan tafsir kepada ustadz-ustadz Al-Hikmah yang lainnya. Masya Allah!!!
Di lain waktu, ada salah seorang guru Annuqayah yang membeli makanan ringan di kantin Al-Hikmah. Entah karena alasan apa, dia tidak duduk di kursi yang telah disediakan. Dia makan dalam keadaan berdiri. Sejurus kemudian ada seorang murid (di Al-Hikmah tidak ada istilah siswa) yang datang menghampiri beliau dan berkata, “Ustadz, mohon maaf mengganggu. Dalam Islam makan dalam keadaan berdiri itu kurang baik. Silakan ….(duduk, red)” ujar murid itu dengan sangat sopan sembari mempersilakan si guru Annuqayah untuk duduk di kursi. (Bersambung)

Libur Sekolah, Lubangsa Adakan Pengajian Kitab

Jamaluddin M Haz, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Senin malam (20/4), tepatnya setelah jamaah Isya’, Pengurus Pengembangan Keilmuan dan Peribadatan PPA Lubangsa mengumumkan kepada seluruh santri bahwa dalam rangka mengisi libur sekolah, pengurus Lubangsa akan mengadakan pengajian kitab Risalatul Muaawanah yang akan dimulai pada hari Selasa hingga Kamis (21-23 April). Kitab ini akan dibacakan oleh K. Ali Tsabit Habibi yang datangnya dari Ganding, tepat dari Desa Karai.
Pengajian kitab ini diwajibkan kepada seluruh santri kelas 1 dan 2 SMA sederajat dan dimulai pada pukul 08:30 WIB. Pengajian kitab ini ada beberapa sesi. Sesi pertama dimulai dari pukul 08:30-09:30 WIB. Sesi kedua dari pukul 10:00-11:30 WIB, dan sesi terakhir adalah pukul 11:45-12:15 WIB.
“Pengajian kitab ini bertujuan agar santri bisa menggunakan waktu libur sekolah ini dengan sebaik-baiknya dan tidak diisi dengan sesuatau yang tidak berguna di pesantren,” ucap Fitroh, salah satu pengurus Lubangsa. Seluruh santri diwajibkan membeli kitab sebagai pegangan.
Pada hari Selasa, tepatnya pukul 08:30 WIB, pengajian kitab ini dimulai dan seluruh santri diharuskan untuk pergi ke masjid.
“Kami merasa sangat lelah dengan pengajian kitab ini, karena pengajiannya terlalu lama dan jamnya hampir sama dengan jam sekolah formal,” tutur Fahri, salah satu santri Lubangsa. Kebanyakan santri banyak yang mengeluh dengan adanya pengajian kitab ini, karena menurut mereka liburan sekolah lebih baik diisi dengan bersantai di pondok masing-masing.
“Liburan sekolah seharusnya dibuat santai di pondok. Biar ketika sekolah masuk lagi kami bisa fresh dan bisa nyaman sekolah,” ucap Subairi, santri Lubangsa yang lain. Mereka lebih setuju jika liburan sekolah tidak diisi dengan pengajian kitab, karena libur sekolah adalah waktunya untuk menghilangkan kebosanan bersekolah.

Selasa, April 21, 2009

Nirmala Intensifkan Bangun Malam dengan SMS

Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—PPA Nirmala adalah sebuah pondok kecil yang jumlah santrinya berkisar 195 orang, mulai dari tingkat MI sampai mahasiswa. Meski demikian, di antara pesantren yang ada di komplek Pondok Pesantren Annuqayah, Nirmala adalah pesantren daerah yang pengurusnya mempunyai telepon seluler terbanyak. Bayangkan saja! Di antara 29 jumlah pengurus yang ada, hanya 3 orang pengurus saja yang tidak mempunyai telepon seluler.
Kepemilikan handphone tersebut tidak ilegal, tetapi sudah mendapat izin dari pengasuh harian PPA Nirmala, K.H. A. Hamidi Hasan, yaitu dengan mengisi surat pernyataan yang disedikan oleh pengurus. Di dalam surat pernyataan tersebut terdapat tanda tangan pengasuh, orang tua/wali pemilik handphone, ketua pengurus, dan pemilik handphone.
Di dalam surat pernyataan tersebut juga tertuang beberapa aturan. Misalnya, handphone hanya digunakan untuk komunikasi atau interaksi sosial positif dan menghindari distorsi ke arah interest sexual. Kemudian juga pemiliknya harus siap diperiksa oleh dewan pengurus atau pengasuh jika sewaktu-waktu diminta, dan masih banyak aturan lainnya.
Dalam rapat yang digelar Ahad malam (19/4) kemarin bersama pengasuh K.H. A. Hanif Hasan, Kiai Hanif meminta kepada Subaidi, salah seorang pengurus Nirmala yang juga staf Sekretariat PP Annuqayah Pusat, untuk bercerita mengenai kunjungan dan magang sejumlah guru Annuqayah di YPI Al-Hikmah Surabaya. Ada satu hal penting dalam cerita Subaidi malam itu, yaitu mengenai guru dan siswa Al-Hikmah rajin shalat tahajjud.
Namun sebenarnya yang paling penting adalah metode yang mereka gunakan untuk membangunkan para siswanya, yaitu dengan menggunakan pesan pendek (SMS) yang dikirim oleh wali kelas kepada siswanya. Penerima pesan pertama harus meneruskan SMS tersebut ke temannya yang sudah diatur urutannya, hingga SMS itu sampai pada siswa yang ada di daftar urutan terakhir. Kemudian siswa yang menerima SMS terakhir mengirimkan SMS kembali kepada wali kelas tadi sebagai pertanda bahwa mereka telah bangun. “Jadi kalau misalnya penerima SMS terakhir tidak mengirimkan SMS kepada wali kelas, dapat dipastikan ada siswa yang tidak bangun,” tutur Subaidi.
Dari itu, kemudian para pengurus yang hadir dalam rapat yang hanya dihadiri oleh pengurus yang memiliki telepon seluler diperintahkan oleh Kiai Hanif agar mempraktikkan metode tersebut. Beliau meminta daftar urutan yang akan menerima SMS itu diurut sesuai tingkat keseniorannya. “Agar kepercayaan pengasuh kita (Kiai Hamidi) ini menjadi barokah bagi kita,” tuturnya.
Setelah rapat selesai, ketua pengurus PPA Nirmala, A. Fadali, meminta sekretaris pengurus Nirmala untuk segera membuat daftar urutan pengurus yang akan menerima SMS.

Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (3)


Subaidi, Sekretariat PPA

Hiruk-pikuk pelaksanaan UN juga melanda Al-Hikmah. Hal yang menarik bukan karena mereka mengadakan kegiatan bimsus, try out, atau semacamnya. Akan tetapi, Al-Hikmah memandang UN hanya bagian kecil dari proses yang harus dijalani murid-murid di sana. “Ujian yang sesungguhnya bukan pada menjawab soal-soal UN, tapi bagaimana menjaga kejujuran dan sportivitas dalam pelaksanaan UN itu sendiri. Artinya, jika dianalogikan pada peperangan, peperangan yang terbesar adalah memerangi diri sendiri. Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi ketika selesai dan menang dalam sebuah peperangan,” itulah kutipan tausiyah yang disampaikan Ustadz Edy Kontjoro, Kepala SMA Al-Hikmah, dalam kegiatan Temu Wali dan Buka (Puasa) Bersama di Kamis (16/4) sore itu.
Al-Hikmah mengajak semua muridnya untuk menjalankan puasa sunnah (saya belum tahu apa ajakan itu sifatnya wajib atau semacam saran saja). Tentu saja ajakan itu itu diindahkan oleh sebagian besar murid SMA Al-Hikmah. Dan pada sore itu, semua kelas tiga bergabung dalam acara Temu Wali dan Buka Bersama yang dihadiri oleh semua orang tua/wali murid kelas tiga, jajaran pengurus Yayasan Al-Hikmah, dan ustadz-ustadzah serta kepala dan waka-wakanya. Acara yang dipandu oleh Bapak Andi, Wakil Kepala SMA Al-Hikmah ini, berjalan dengan khidmat. Dan bagi saya sangat mengesankan.
Pertama kali acara dibuka dengan pembacaan surat al-Fatihah, kemudian pembacaan ayat suci al-Qur’an, tausiyah Kepala Sekolah, tausiyah pengurus Yayasan, dan tausiyah perwakilan orang tua/siswa. Kegiatan ini merupakan acara tahunan yang dilaksanakan menjelang pelaksanaan UAN dan dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada murid-murid oleh pihak sekolah dan orang tua/wali murid.
Demi memompa semangat murid-muridnya, Ustadz Edy dalam tausiyahnya menjelaskan bahwa soal-soal UN merupakan hal kecil bagi mereka. Lalu beliau menunjukkan ujung jari kelingkingnya sebagai simbol “entengnya” soal-soal UN tersebut. Beliau meminta kepada semua murid untuk berlaku sportif dan jujur, tidak berbuat curang, entah dengan mencari bocoran soal, memburu kunci jawaban, dan lain sebagainya. Di Al-Hikmah soal-soal seperti UN dan tes SPMB sudah diberikan sejak kelas satu. Jadi mereka sudah terbiasa mengerjakan soal-soal semacam itu. Wajar saja jika kemudian murid-murid Al-Hikmah tidak begitu merisaukan UN tersebut.
Meskipun begitu, mereka tidak lengah begitu saja. Persiapan menjelang UN mereka isi dengan mengasah spiritualitas dan belajar intensif. Hal ini diejawantahkan dalam kegiatan selama 6 minggu. Kegiatan tersebut dibungkus dengan mengasramakan semua kelas tiga di sekolah. Jadi, selama kurang lebih dua bulan mereka tinggal di sekolah. Mereka menggiatkan shalat tahajjud, shalat berjamaah, puasa sunnah, dan kegiatan bernilai lainnya, termasuk memperdalam materi-materi yang diujikan di UN. Tepat 3 hari sebelum UN dilaksanakan, kegiatan 6 minggu itu berakhir dan diparipurnai dengan temu wali murid dan buka bersama tadi.
Di akhir acara, Ustadz Andi meminta kepada semua murid untuk meminta maaf kepada bapak/ibu mereka yang kebetulan juga hadir pada acara itu. Entah disetting bagaimana, tiba-tiba emosi anak-anak itu seperti diaduk-aduk dengan retorika Ustadz yang memiliki wajah anggun tersebut. “Anak-anak, jangan menunggu pulang, ayo datangi bapak-ibu kalian dan mintalah maaf! Cium kedua tangan bapak-ibumu! Dan Bapak-Ibu, maafkan kesalahan-kesalahan anak-anak Anda!”
Kemudian murid-murid itu berhamburan mendatangi bapak-ibu mereka, mereka sesenggukan, mengucurkan air mata. Begitu pula dengan orang tua mereka. Mereka berpelukan dan saling meminta maaf. Saya yang awalnya duduk di pojok ruangan, ikut berdiri menyaksikan momen-momen ini. Saya menghidupkan kamera dan mengambil beberapa gambar.
Keharuan itu tidak berhenti sampai di situ saja. Ustadz-ustadzah berdiri berjejer dan anak-anak itu mendatanginya. Mereka sekali lagi saling bersalaman, saling berpelukan dan minta maaf. Dalam hati saya berkata, “Ini belum saya temui di Annuqayah.” Saya terus saja mengabadikan mereka.
Selesai murid-murid meminta maaf kepada orang tua dan ustadz-ustadznya, giliran orang tua dan ustadz-ustadz yang saling mendatangi dan saling bersalaman, saling meminta maaf. Sangat mengharukan. Saya masih saja berkaca-kaca. Saya lihat teman-teman peserta magang juga seperti itu. Matanya berkaca-kaca.
Setelah itu, Ustadz Edy, si Kepala Sekolah, mendatangi anak buahnya, guru-guru Al-Hikmah, “Saya sangat berhutang budi kepada Anda ustadz!” kata beliau sembari memeluk satu persatu ustadz-ustadz yang merupakan anak buahnya itu. Sekali lagi, ini belum saya temui di Annuqayah. Saya terharu sekaligus kagum. Setelah selesai, tiba-tiba beliau mendatangi kami yang berdiri mematung. Beliau kemudian menyalami kami satu persatu dan berkata, “Doakan anak-anak kami, Ustadz!” Saya, yang mendapat giliran terakhir, cuma bisa bilang, “Ini mengagumkan Ustadz!” (Bersambung)

Berita terkait:
Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (1)
Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (2)

Hari Pertama UN Bagi Siswa Kelas XII MA Tahfidh Annuqayah

Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, yaitu hari pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Senin (20/4) kemarin, hari pertama UN tersebut menjadi hari yang indah sekaligus menegangkan bagi seluruh siswa kelas XII SLTA se-Indonesia, tak terkecuali siswa kelas XII MA Tahfidh Annuqayah.
Bermacam perasaan yang diungkapkan para siswa kelas XII MA Tahfidh, senang, deg-degan, sekaligus menegangkan. Seperti yang diungkapkan Ahmad Zairi, salah seorang siswa MA Tahfidh yang ikut UN, sesaat setelah pelaksanaan UN hari pertama kemarin. “Semua perasaan muncul, mulai dari senang, tegang, bahkan ketakutan, takut tidak lulus dan semacamya,” ungkap Zairi. “Bahkan dari saking takutnya, saya hampir kencing di celana,” lanjutnya sambil tertawa.
Hal senada juga diungkapkan Wildani Hefni. Dia mengatakan bahwa sebelum ujian dimulai dia sangat tegang dan deg-degan. “Pokoknya sebelum ujian dimulai semua perasaan muncul. Tapi pas ujian dimulai semuanya hilang. Yang ada cuma perasaan bingung bagaimana cara menjawab soal yang ada,” cetus Wildan.
Berbeda dengan Wildan dan Zairi, Umarul Faruq mengatakan bahwa tak ada yang membedakan antara UN dan ujian yang lain. “Semua sama. Jadi ngapain harus merasa takut dan semacamnya. Jalani aja seperti biasanya,” kata Faruq dengan santai.
Pendapat mereka tentang UN pun juga bermacam. Ahmad Zairi mengatakan bahwa dia tidak setuju dengan adanya UN. Menurutnya adanya UN hanya mengukur kemampuan siswa dengan materi tertentu. “Masa’ kemampuan siswa diukur dengan enam materi. Kan kan belum tentu semua siswa mengasai materi yang ada di UN,” jelas Zairi.
Sependapat dengan Zairi, Faruq mengatakan bahwa UN hanya memberatkan siswa saja. “Gimana tidak memberatkan kalau siswa yang sekolah tiga tahun ditentukan kelulusannya dengan waktu yang relatif singkat, lima hari,” kata Faruq sambil mengajungkan lima jarinya.
Untuk diketahui, siswa kelas XII MA Tahfidh Annuqayah mengikuti UN di MA 2 Annuqayah dikarenakan status MA Tahfidh yang masih belum terakreditasi.

Senin, April 20, 2009

Pengurus Nirmala Membuat Jembatan Baru


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Pengurus Logistik dan Lingkungan Hidup PPA Nirmala Sabtu (18/4) kemarin membuat jembatan baru yang menghubungkan PPA Nirmala Pusat dan tiga komplek unit khusus yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Tahfidhul Qur’an yang berlokasi di seberang jalan barat Mushalla. Para pekerja yang terjun tidak hanya terdiri dari kalangan pengurus, tapi juga sukarelawan dari Lengkong Bragung.
Rencananya jembatan itu akan dicor (menggunakan pasir, kerikil, dan semen) supaya tidak gampang terbawa arus air ketika ada hujan deras. Akan tetapi, karena terbelit oleh dana maka saat ini hanya dibuat jembatan semi permanen yang terbuat dari dua bambu (perreng durih) dan alas jembatannya juga terbuat dari bambu yang dianyam.
Para pekerja itu tidak hanya membuat jembatan namun juga membuat jalan baru yang ditempelkan pada pembatas selokan yang telah ada. Jalan baru tersebut diharapkan juga bisa menjadi penguat dari terjangan air hujan.
“Pembuatan jembatan baru ini dilakukan karena jalan paving dan jembatan yang menghubungkan tiga komplek yang berada tepat di sebelah barat jalan Mushalla Nirmala putri akan dibongkar oleh pemilik tanah, dengan alasan tanah tersebut ingin disatukan agar penggarapan lahan lebih efisien dan efektif karena selama ini merepotkan pemilik lahan,” tutur Azhari Lubiz, salah seorang pengurus Nirmala.
“Selain itu agar jalan tiga komplek yang berada agak jauh dari Nirmala Pusat menjadi satu sehingga santri kalau mau berangkat ke sekolah tidak berjalan memutar ke utara dulu,” tambahnya.
Ditemui secara terpisah, Ahmad Fadali, ketua pengurus PPA Nirmala menjelaskan bahwa jembatan yang terbuat dari bambu tersebut di kemudian hari akan diperbaiki lagi. “Kalau tidak dicor saya yakin nanti akan mudah terbawa arus,” ungkapnya.
Disinggung masalah biaya, Fadali mengatakan bahwa sampai Ahad kemarin sudah menghabiskan dana kurang lebih 500 ribu rupiah.
Proses pembangunan kemarin sempat terhambat oleh hujan yang cukup deras. Namun gangguan tersebut tidak begitu signifikan karena beberapa saat setelah itu hujan kembali reda.

Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (2)


Subaidi, Sekretariat PPA

Masih di hari pertama magang (16/04). Setelah mengaji, sembilan orang selain Afif Riyadi dipersilakan menuju ke ruangan Ustadzah Mirna, Guru BK yang juga seorang psikolog. Sementara Pak Afif Riyadi menuju ruangan Bapak Andik, Waka Kurikulum SMA Al-Hikmah untuk belajar tentang masalah pengelolaan kurikulum.
Dengan sangat ramah sekali, Ustadzah Mirna yang memiliki wajah bulat ini menyambut kami. Karena kursi di ruangannya tidak cukup untuk 9 orang, dengan rela hati dia mencarikan tambahan kursi ke ruangan lain. Ruang BK sendiri terletak di bagian depan setelah ruang kantor Kepala. Jadi urut-urutannya adalah, setelah pintu masuk terdapat lobby yang lumayan luas, di sebelah barat kanannya ruang Kepala, waka dan staf. Dan di sebelah kirinya ada meja security, di sampingnya terdapat lemari besar. Di dalamnya terpajang berbagai tropi penghargaan, dari mulai skala lokal hingga internasional. Tentu semua ruangan itu dilengkapi pendingin ruangan.
Jadi jika ingin ke ruang BK, maka dari pintu masuk lurus saja melewati ruang lobby, setelah melewati satu pintu maka tepat di depan pintu kedua tadi ruang BK itu berada. Ruangan sebelah barat untuk BK putra, dan sebelah kiri untuk BK putri. Ustadzah Mirna membuka rahasia mengapa ruang BK diletakkan di depan: itu tak lain agar siswa-siswi atau orang tua/wali yang datang ke ruangan itu, baik untuk konsultasi atau sedang diterapi, terjaga privasinya. Dalam artian tidak banyak diketahui oleh siswi lainnya, karena ruang kelas mereka terletak di bagian selatan.
Di ruang BK inilah kami mendapat banyak ilmu ke-BK-an. Hampir tiga jam kami berdiskusi dengan Ustadzah Mirna. Dari diskusi inilah kami tahu, bahwa di Al-Hikmah semua ustadz harus bisa menjalankan fungsi ke-BK-an. Karena pada hakikatnya gurulah yang banyak bersinggungan dengan siswa, lebih-lebih berkaitan dengan materi yang diampunya. Hal lainnya, bahwa Guru BK tidak bisa lepas dengan wali kelas sebagai partner dalam menjalankan amanah.
Sangat penting untuk diketahui, bahwa di Al-Hikmah, wali kelas sepenuhnya berada di dalam kelas bersama dengan murid-murid mereka. Artinya, jangan pernah mencari wali kelas di ruang kantor sekolah atau ruang guru—mereka tidak di sana. Meja tugas dan lemari arsip wali kelas diletakkan di dalam ruang kelas.
Hari Rabu, sehari sebelumnya, ketika study visit, kami sempat dibawa menjelajah salah satu ruang kelas. Memang benar, di depan di dekat papan tulis ada sebuah meja, saya pikir itu meja guru mata pelajaran, sementara meja wali kelas, dugaan saya, adalah meja yang terletak di bagian belakang bangku-bangku siswa. Di dekatnya juga terdapat lemari jangkung merk brother. Ruang kelas ini tidak seperti kelas-kelas di Annuqayah. Bangkunya maksimal bisa untuk 30 orang siswa. Tapi katanya, di Al-Hikmah tidak ada kelas yang siswanya sampai 30, paling banyak 27 orang. Di ruang kelas ini saya menemui berbagai jenis barang milik siswa, mulai dari tas, buku-buku, kotak makanan, botol air minum, dan lain sebagainya yang tidak sempat saya perhatikan satu persatu. Wajar saja seperti itu, karena di Al-Hikmah mengadopsi sistem Full Day School. Jadi siswa berada di sekolah dari mulai jam 6.30 pagi hingga jam 4 sore.
Setiap siswa memiliki folder yang berisi catatan penting tentang masalah-masalah yang dihadapinya, termasuk catatan pelanggaran, catatan pembinaan mental, dan catatan-catatan lainnya. Bahkan, sms Guru BK kepada orang tua/wali siswapun terekam detail di folder ini. Folder file-file ini disimpan dan dijaga kerahasiaannya di ruang BK. Bukan hanya guru BK yang memiliki folder seperti ini, tapi wali kelas juga memiliki. Artinya, hubungan kemitraan antara guru BK dengan wali kelas sangat penting. Sebab dari wali kelaslah, guru BK bisa menggali berbagai informasi tentang masing-masing siswa.
Kontrol guru BK dan wali kelas terhadap siswa-siswi mereka sangat dominan, terutama ketika mereka berada di lingkungan sekolah. Bahkan menurut, Ustadzah Mirna, guru BK dan wali kelas berhak tahu terhadap setiap barang yang dibawa ke sekolah oleh siswa-siswi. Baik itu ponsel, diari, laptop, dan lain sebagainya. Tidak jarang sekolah mengadakan razia barang-barang elektronik siswa. Baik ponsel atau laptop. Salah satu peserta magang bertanya, “Bukankah ponsel dan laptop atau diari adalah sangat pribadi untuk diketahui isinya?” Lalu Ustadzah Mirna menjelaskan bahwa hal itu tak lain untuk memastikan bahwa anak didik mereka terbebas dari berbagai penyakit yang bisa saja dibawa ponsel atau laptop tadi.
Secara berkala, guru BK dan wali kelas memiliki program yang mereka namakan home visit. Mereka mengunjungi rumah siswa dan bersilaturrahim dengan orang tuanya. Manfaat dari kegiatan ini, masih dalam paparan Ustadzah Mirna, adalah untuk memupuk tali silaturrahim dan merekatkan hubungan emosional antara guru dan orang tua/wali. Di samping itu, guru BK dan wali siswa bisa mengetahui bagaimana kondisi lingkungan siswanya. Apakah lingkungannya kondusif atau “berpenyakit”.
Setelah diskusi 3 jam tadi, kami kemudian melakukan observasi ke lingkungan SMA Al-Hikmah. Pak Nur Mustofa menyarankan agar observasinya di kantin saja. Tak ada yang tidak setuju. Wajar saja, perut kami keroncongan karena sejak pagi belum terisi apa-apa. Kami memang belum sarapan pagi. Di kantin kami disambut hangat oleh penjaga kantin yang khusus menyajikan nasi krawu. (Bersambung)


Berita terkait:
Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (1)

Tim Konservasi Gula Merah Lakukan Sosialisasi di SMA 3 Annuqayah

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—Tim Konservasi Gula Merah Pohon Siwalan School Climate Challenge Competition British Council melakukan sosialisasi di SMA 3 Annuqayah Sabtu (18/4) kemarin. Sebenarnya seluruh siswa SMA 3 Annuqayah sudah tahu mengenai tim mereka sejak masing-masing kelompok dari lomba proyek School Climate Challenge itu dilaunching. Akan tetapi maksud kegiatan tim kali ini, kata Iir, sapaan akrab Siti Muniratul Himmah, salah satu anggota tim bagian pengembangan produksi, adalah untuk lebih melibatkan siswi dalam butir kegiatan tim proyek.
Dalam sosialisasi ini, tim proyek meminta resep makanan berbahan gula merah kepada seluruh siswa. “Satu resep dari kalian sangat berarti bagi kami, karena itu dapat membantu dalam proyek kami, yakni melestarikan gula merah dan pohon siwalan. Jangan takut rugi, sebab resep menarik dari kalian akan dokumentasikan,” katanya, yang kemudian disambut senyum seluruh siswi yang bersemangat dan bersedia untuk mengumpulkan resep-resep menarik pada keesokan harinya.
Sejak bagian pengembangan produksi melakukan praktik pembuatan jubedhe, Selasa (14/4) lalu, mereka berinisiatif untuk lebih meningkatkan kualitas makanan berbahan gula merah terlebih dahulu. Maka seluruh anggota tim juga sepakat, karena kata mereka, apabila resep makanan dari gula merah semakin banyak dan berkualitas, maka semakin banyak pula orang-orang yang mencari gula merah.
“Dan tentunya pak petani gula merah akan terus merawat pohon siwalannya. Bukankah dengan begitu kita telah membantu memberikan solusi penanganan iklim lokal?” tambah Iir dengan logat bicara menggunakan kalimat tanya retoris.

Berita ini dikutip dari www.madaris3annuqayah.blogspot.com

Minggu, April 19, 2009

Lubangsa Kembali Adakan Operasi Sandal

Jamaluddin M Haz, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Untuk yang kedua kalinya pengurus PPA Lubangsa mengadakan operasi sandal. Operasi yang dilakukan pada Sabtu malam (18/4) itu dilakukan setelah shalat Isya’, tepatnya di halaman Masjid Jamik Annuqayah. Seluruh santri diinstruksikan untuk keluar ke halaman Masjid setelah pembacaan Surat Waqi’ah dilakukan, sehingga akan diketahui siapa yang tidak mempunyai sandal dan yang suka ghasab.
“Operasi sandal ini bertujuan untuk mengurangi angka santri yang melakukan tindakan tak terpuji dan untuk menjaga sandal santri agar tidak selalu hilang, sehingga mereka tidak sering membeli sandal terus,” tutur Awi Imron, selaku anggota seksi keamanan dan ketertiban PPA Lubangsa.
Kegiatan ini ditanggapi baik oleh para santri yang merasa dirinya sering kehilangan sandal. Mereka berharap agar operasi ini bisa dilakukan secara rutin oleh pengurus, karena operasi sandal ini sangat bermanfaat bagi santri yang status ekonominya menengah ke bawah. ”Saya harap operasi sandal ini bisa dilakukan secara rutin oleh pengurus, karena sangat bermanfaat bagi para santri yang kirimannya sedikit agar tidak selalu membeli sandal dan juga kami merasa nyaman ketika operasi sandal ini dilakukan oleh pengurus,” ungkap Sa’di salah satu santri Lubangsa.
Setelah operasi dilakukan, santri yang tidak mempunyai sandal kemudian ditangani oleh seksi keamanan dan ketertiban. Mereka dibawa kekantor pesantren dan ditanya mengapa mereka tidak membeli sandal. Mereka yang tidak mempunyai sandal kemudian diberi pinjaman uang oleh pengurus untuk membeli sandal.
Alasan santri yang tidak mempunyai sandal itu disebabkan karena sandal yang mereka beli sering hilang dan mereka merasa kewalahan untuk membeli sandal lagi.

Catatan Magang di YPI Al-Hikmah Surabaya (1)


Subaidi, Sekretariat PPA

Apa yang terbayang di benak kita ketika mendengar ada orang menyebut lembaga pendidikan Islam, semisal pesantren atau madrasah? Hampir bisa dipastikan bayangan yang muncul adalah sebuah lembaga dengan bangunan seadanya, atau meskipun berbeton tapi tata ruangnya amburadul, kebersihannya jauh dari jargon annadhafatu minal iman, administrasinya asal-asalan, sistem pengajarannya tradisional, kalaupun mengadaptasi kurikulum Diknas hanya sebatas formalitas saja, jumlah muridnya melebihi kapasitas ruangannya, atau bahkan sebaliknya kelasnya berisi tidak lebih hitungan jari saja, guru-gurunya jarang masuk atau suka terlambat, sementara yang digembar-gemborkan adalah pengabdian dan barokah, dan seabrek masalah lainnya yang kurang sedap untuk didengar.
Namun bayangan seperti di atas sirna bagitu saja ketika saya berkesempatan singgah selama tiga hari di Lembaga Pendidikan Islam Al-Hikmah Surabaya. Memasuki gerbangnya saja pikiran saya berkata bahwa lembaga (Islam) ini berbeda.
Kesempatan saya untuk magang di Al-Hikmah ini merupakan kelanjutan dari program kunjungan PP Annuqayah ke lembaga itu pada hari Rabu (15/4) lalu. Saya magang bersama 9 orang guru Annuqayah lainnya, yakni Nur Mustofa dan Bahrur Rozi (MA 1 Annuqayah Putra), Afif Riyadi dan Ny. Shafiyah A. Warits (MA 1 Annuqayah Putri), Utsman Fatmala (MA Tahfidh), Mulyono (SMK), Ahmadi (MA 2 Annuqayah), dan Mus’idah Amien (SMA 3 Annuqayah).
Secara informal saya dan rekan-rekan yang lain diminta untuk magang. Secara informal, awalnya, kami diminta untuk belajar penanganan bimbingan dan penyuhan dari SMA Al-Hikmah. Maka setelah acara kunjungan berakhir di Rabu siang kemarin, kami sekali lagi secara informal diserahkan oleh K. Alawi Thaha (Ketua IV Pengurus PP Annuqayah yang juga merangkap RMA MQIP PPA-SF) kepada Kepala SMA Al-Hikmah, Drs. Ustadz Edy Kontjoro.
“Jika ingin mengetahui ruh Al-Hikmah, datanglah besok pagi jam 7 kurang seperempat!” begitu paparan Ustadz Edy menyarankan dalam penyerahan kami di ruang pertemuan beliau. Ketika rombongan guru Annuqayah meninggalkan Al-Hikmah, kami dengan dibantu Ustadz Mukhtar mencari penginapan. Ustadz Mukhtar ini pula yang kemudian bersedia mengantar-jemput kami dari penginapan ke SMA Al-Hikmah.
Keesokan harinya, hari Kamis, tidak ingin terlambat. Kami bangun pagi-pagi benar. Tanpa sarapan, pukul 06.30 WIB kami bersepuluh sudah mematung menunggu jemputan Carry biru Ustadz Mukhtar yang katanya sudah 15 tahun mengabdi di Yayasan Islam Al-Hikmah. Lima belas menit berikutnya kami tiba di SMA Al-Hikmah. Sama seperti kemarin, kami disambut resepsionis yang ramah. Kemudian kami dipersilakan menuju ruang pertemuan. Alhamdulillah kami yang pertama sampai di ruangan itu. Jadi saya pikir ini sebuah awal yang cukup baik. Lima menit kemudian Ustadz Edy dan ustadz-ustadzah yang lain ditambah semua murid putra-putri kelas akhir SMA Al-Hikmah memenuhi ruangan itu. Sebelum ngaji dimulai, kami, kaum adam, diminta untuk berkelompok dengan ustadz-ustadz yang lain (tidak dengan ustadzah).
Tak lama kemudian, Ustadz Andi membuka acara ngaji bersama itu. Acara ngaji dikomando oleh salah seorang siswa yang saya lupa namanya. Surat yang dibaca adalah Surat Annaba. Berhubung saya pribadi, dan mungkin juga sebagian besar teman-teman dari Annuqayah, tidak hafal surat tersebut, saya hanya sekadar menggerak-gerakkan bibir saja agar seandainya saya diperhatikan salah satu ustadz Al-Hikmah, seakan-akan saya juga turut membaca, meskipun tentu saja gerakan bibir asal dengan sungguhan tentu berbeda. Saya tidak sempat memperhatikan bibir teman-teman yang lain. Cuma malam harinya, salah seorang teman mengaku bahwa dia juga melakukan seperti apa yang saya lakukan.
Bacaan Al-Qur’an mereka bagus sekali. Menurut saya, bacaan santri Annuqayah secara umum kalah bagus. Mereka membaca dengan tartil dan di luar kepala. Maklum, seperti yang disampaikan Ustadz Edy, guru ngaji mereka adalah seorang Qari’ nasional yang menggunakan metode Umi (pengembangan metode Qiroati) sebagai kurikulum belajar Al-Qura’annya. Selain itu, semua murid SMA Al-Hikmah memang diwajibkan menghafal juz 1 dan Jum ‘Amma (juz 30) sebelum dinyatakan lulus.
Selesai membaca al-Qur’an, ustadz Edy menyampaikan tausiyah singkat. Dengan narasi bercerita, beliau mengetengahkan tentang pentingnya mengingat kematian. Pertama-tama beliau menyampaikan informasi tentang meninggalnya salah seorang orang tua ustadzah di Al-Hikmah. Kemudian cerita tentang itu beliau jadikan batu pijakan untuk menyampaikan pesan-pesan tausiyahnya. Saya dengan hidmat menyimak paparan beliau yang menyentuh tapi tidak terkesan menggurui. Benar, kegiatan di pagi itu memang dapat menggambarkan ruh Al-Hikmah seperti yang ditegaskan Ustdaz Edy kemarin. (Bersambung)


Berita terkait:

Tim Sampah Plastik SMA 3 Annuqayah Mengadakan Sosialisasi di MA Sumber Payung


Siti Nujaimatur Ruqayyah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—Tim proyek Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah berkunjung ke MA Sumber Payung Ganding dalam rangka sosialisasi bahaya sampah plastik Jum’at (17/4) kemarin.

Tim inti dan tim bayangan proyek sampah plastik yang didampingi Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah ini menempuh perjalanan yang berjarak sekitar 3 km itu dengan mengendarai mobil angkutan umum. Begitu pula M. Mushthafa, pendamping tim, turut menyertai mereka, namun sayang tidak bisa mengikuti acara tersebut sepenuhnya. Hari itu dia mengisi acara Pelatihan Kepenulisan di MA Sumber Payung.

Acara sosialisasi bahaya sampah plastik itu mendapatkan sambutan hangat dari siswa MA Sumber Payung. Titin Naqiyatin, Ketua OSIS MA Sumber Payung, dalam sambutannya mengatakan bahwa mereka sangat bangga dan sangat berterima kasih karena tim sampah plastik SMA 3 Annuqayah mau bekerja sama dengan mereka.

Tim sampah plastik juga menjadikan sosialisasi ini sebagai salah satu cara mereka untuk berbagi cerita mengenai pengalaman mereka dalam komunitas PSG (Pemulung Sampah Gaul) SMA 3 Annuqayah. Mereka bercerita mulai dari proses terbentuknya PSG hingga komunitas tersebut mengikuti proyek School Climate Challenge Competition British Council.

Seluruh peserta yang hadir saat itu benar-benar menikmati dan sangat menyimak apa yang disampaikan oleh tim sampah plastik. Mereka mengaku sangat tertarik dan sangat berminat dengan proyek sampah plastik, karena mereka sudah sama-sama tahu betapa berbahayanya sampah plastik itu.

Siswa MA Sumber Payung sudah menyatakan keinginannya. Ini membuat tim sampah plastik merasa senang dan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Mereka langsung mengatakan bahwa mereka bersedia mendampingi kegiatan cinta lingkungan di Sumber Payung. “Dua minggu lagi kami akan kembali,” kata Khazinah, koordinator produksi dan distribusi tim proyek sampah plastik. Kemudian tim sampah plastik membagi mereka menjadi empat kelompok. Mereka berjanji pada pertemuan selanjutnya akan mengumpulkan sampah plastik dan menyediakan bahan-bahan lainnya sendiri.

Setelah acara selesai, tim sampah plastik masih menyempatkan diri untuk melihat parit di dekat komplek MA Sumber Payung, tempat yang biasa mereka gunakan sebagai TPA. Tim sampah plastik merasa prihatin melihat pemandangan itu. Parit terlihat jernih, tapi di dalamnya terdapat banyak tumpukan sampah.

“Kami berharap kerja sama ini dapat melahirkan komitmen cinta lingkungan di komunitas siswa Sumber Payung pada umumnya,” tambah Khazinah.

Madaris 3 Annuqayah Merehab Tempat Pajang Koran dan Atap yang Bocor

Ummul Karimah, PPA Karang Jati Putri (Assaudah)

GULUK-GULUK—Setelah tempat pajang koran ambruk dan atap di emperan Aula Madaris 3 Annuqayah bocor, kedua fasilitas tersebut direhab mulai hari Selasa (14/4) yang lalu.
Hingga hari ini, keempat pekerja yang menerima mandat untuk memperbaikinya masih sibuk. Salah satu pekerja, yaitu Pak Syaiful, mengatakan bahwa akibat musim hujan yang diiringi angin kencang pekan lalu, tempat pajang koran itu bernasib kritis. “Kalau masalah genting bocor, separah apa pun kami gampang untuk memperbaikinya. Tapi urusan tempat pajang koran ini sudah terlalu parah. Kaca-kacanya pecah dan kayu bagian kakinya telah dimakan rayap,” imbuh Syaiful secara terperinci.
Memang, sejak tempat pajang koran di Madaris 3 Annuqayah tidak dapat difungsikan, seluruh siswi mengeluh sebab mereka tak mengunyah info baru dari koran yang dipasang. Menanggapi keluhan siswi, pengurus Madaris 3 Annuqayah bagian sarana dan prasarana mengambil langkah konkret. Pak Syaiful, tukang yang biasa bekerja di Madaris 3 bersama tiga orang rekannya bekerja memperbaiki kedua fasilitas tersebut.
“Sudah berapa kali saya katakan, jangan sampai menunggu rusak. Mestinya tempat pajang koran ini sudah diperbaiki sejak kelihatan sakit. Ketika sekarang sudah parah, maka banyaklah biaya yang mestinya dihemat,” kata K. M. Faizi, Direktur Madaris 3 Annuqayah. Dia memang tak suka melihat sarana yang ada di Madaris 3 Annuqayah tak terjaga. Apalagi sampai parah.
Dia juga menambahkan bahwa untuk membeli alat-alat apa pun memang gampang, namun untuk menjaganya sangat sulit. Seluruh siswa, dewan guru, dan staf TU di Madaris 3 oleh kiai muda yang juga aktif bergiat di kegiatan kesenian tingkat nasional itu diharapkan dapat memelihara dan melestarikan seluruh alat-alat dan fasilitas sekolah yang ada dengan baik.

Berita ini dikutip dari www.madaris3annuqayah.blogspot.com

Sabtu, April 18, 2009

Ada Laskar Annuqayah di MA 1 Annuqayah Putra

Jamaluddin M Haz, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Menjelang Ujian Naisonal (UN) yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 April 2009 nanti, siswa kelas XII IPS II MA 1 Annuqayah Putra membentuk kelompok Gerakan Batin (Gerbat). Kelompok ini dibentuk oleh lima siswa MA 1 Annuqayah Putra yang menamakan dirinya ”Laskar Annuqayah”. Lima siswa itu adalah, Ja’far Shadiq, Abd. Jamil, Fauzan, Fathorrahman Hasbul, dan Abd. Khalil. Mereka melakukan Gerbat setiap dan mereka berlima melakukannya demi kesuksesan di ujian nanti.
Kelompok ini di melakukan gerbat tepat pukul 00:00 WIB. Mereka berlima selalu kompak dan saling mengingatkan ketika salah satu dari mereka ada yang lupa untuk melakukan Gerakan Batin tersebut. “Kami ingin lulus ketika ujian nanti dan kami tidak ingin gagal di kelas akhir ini,” papar Ja’far selaku ketua kelompok tersebut.
Kelompok Laskar Annuqayah ini dibentuk sekitar satu bulan yang lalu. Kelompok ini muncul karena beberapa siswa ingin tetap bersatu meskipun masing-masing dari mereka nanti akan kuliah keluar dan berpisah, sehingga nantinya mereka dapat mengembangkan kelompok ini di luar Annuqayah dan ingin menghimpun seluruh alumni Annuqayah ke dalam kelompok Laskar Annuqayah ini.
Kelompok yang dikomandani oleh Ja’far Shodiq ini telah melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya adalah mengajak guru dan seluruh teman-teman sekelas mereka menonton film Laskar Pelangi di Perpustakaan MA 1 Annuqayah Putra. Pemutaran ini mereka lakukan dengan tujuan agar teman-teman kelas mereka tahu bahwa seperti itulah potret siswa yang pantas ditiru.
“Kami mengadakan pemutaran film Laskar Pelangi ini agar teman-teman kelas saya bisa tahu bahwa siswa yang pantas ditiru adalah seperti Ikal dan kawan-kawannya dalam film Laskar Pelangi,” papar Khalil.
Mereka sangat kompak ketika ada di dalam kelas. Laskar Annuqayah selalu bertanya ketika guru membuka pertanyaan. Jika salah satu dari mereka ada yang tidak bertanya di dalam kelas, maka salah satu dari mereka menegur dan memberi saran. ”Kami saling tegur ketika salah satu dari kami ada yang tidak bertanya di dalam kelas, karena kegiatan ini adalah kegiatan wajib yang harus kami kerjakan,” ungkap Fauzan salah satu anggota Laskar Annuqayah.
Laskar Annuqayah mempunyai cita-cita besar untuk menghimpun seluruh alumni Annuqayah yang sudah kuliah keluar. Mereka ingin menghimpun seluruh alumni itu ke dalam satu naungan, yaitu di bawah payung Laskar Annuqayah. Cita-cita ini akan direalisasikan nanti ketika seluruh anngota Laskar Annuqayah lulus dari kelas akhir. Mereka sudah mengikat komitmen untuk menjadikan Laskar Annuqayah sebagai organisasi yang akan menghimpun seluruh anak-anak Annuqayah.
Seluruh anggota laskar Annuqayah berdomisili di lubangsa raya, sehingga untuk pengkoordinasiannya sangat mudah dan tidak melelahkan.

Pekan Bahasa Arab Nirmala Resmi Ditutup


Sumarwi, PPA Nirmala

GULUK-GULUK—Kegiatan Pekan Bahasa Arab (Usbu’ al-Lughah al-‘Arabiyyah) dengan tema Menumbuhkan Kembali Semangat Belajar Bahasa Arab yang dikemas secara sederhana dan berlangsung selama enam hari yaitu terhitung sejak tanggal 11-16 April di PPA Nirmala Kamis malam (16/4) kemarin resmi ditutup oleh K.H. A. Hanif Hasan. Acara penutupan berlangsung di Mushalla Nirmala lantai II.
Acara penutupan malam itu agak dipercepat rangkaian acaranya dan diringkas karena selain panitia sudah capek selama enam hari melayani dan membimbing para peserta pekan, para santri juga sudah tidak sabar ingin ikut nonton bareng film Laskar Pelangi di halaman MTs 1 Annuqayah Putra yang diadakan oleh Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah.
“Nasib bahasa Arab semakin hari semakin berkurang saja peminatnya, seakan-akan bahasa Arab hanya akan tinggal namanya. Maka kegiatan Pekan ini diupayakan agar bisa memberi wadah kepada para santri dan bisa membangkitkan kembali semangat santri. Semoga para santri bisa terus membiasakan untuk berbicara bahasa Arab sebagaimana yang mereka lakukan selama acara,”tutur ketua panitia, Mu’iz.
K.H. A. Hanif Hasan dalam sambutannya menuturkan bahwa beliau mempunyai keinginan untuk mengembangkan bahasa Arab, yaitu dengan memberikan fasilitas-fasilitas seperti koran, buku, dan majalah berbahasa Arab dan juga televisi berantena parabola, yang nantinya para santri hanya akan diperbolehkan menonton saluran-saluran yang berbahasa Arab seperti siaran berita al-Manar, al-Jazirah dan CNN, sebab berita-berita yang disajikan cukup penting karena langsung dari tempat kejadian. “Walaupun itu masih sekadar rencana, saya berharap semoga terlaksana. Rencana tersebut bertujuan agar tercipta lingkungan (bi’ah) bahasa Arab,” tutur beliau.
“Belajarlah bahasa Arab dengan tujuan agama, tulus dan ikhlas kepada Allah. Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an dan bahasa agama kita (Islam),” tambahnya.
Dalam penutupan kemarin, A. Syafi’ie dinobatkan sebagai peserta terbaik pertama, A. Harisi terpilih sebagai peserta terbaik kedua, dan Aniqul Uman sebagai peserta terbaik ketiga.

Guru Annuqayah Berkunjung ke SMA Al-Hikmah Surabaya


M Mushthafa, Sekretariat PPA

SURABAYA—Rabu (15/4) kemarin, 60 guru dan pimpinan lembaga pendidikan di Annuqayah melakukan kunjungan ke SMA Al-Hikmah Surabaya. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Peningkatan Mutu Madrasah (Madrasah Quality Improvement Program, atau disingkat MQIP) kerja sama Pondok Pesantren Annuqayah dengan Sampoerna Foundation Jakarta.
Tujuan utama dari kunjungan ini adalah untuk mempelajari pengelolaan bimbingan dan konseling dan maksimalisasi fungsi pendampingan guru dan wali kelas. Karena itu, dari dua Madrasah Induk dalam program MQIP, seluruh pimpinan dan wali kelas dari MA 1 Annuqayah Putra dan MA 1 Annuqayah Putri mengikuti kegiatan ini. Sisanya adalah para pimpinan unit pendidikan di Annuqayah ditambah dengan pengurus Yayasan Annuqayah dan pengurus PP Annuqayah.
Dari Annuqayah, rombongan bertolak dini hari, sekitar pukul 00.35 WIB. Rombongan transit shalat Subuh dan istirahat di Masjid Al-Akbar Surabaya, dan menuju SMA Al-Hikmah pada pukul 07.25 WIB. Tiba di SMA Al-Hikmah, rombongan langsung disambut dan menuju tempat acara.
Susunan acara berlangsung cukup sederhana. Setelah dibuka, ketua rombongan Annuqayah, Kiai Alawi Thaha, memberikan sambutan dan perkenalan. Kemudian, Kepala SMA Al-Hikmah, Drs. Edy Kontjoro, memberikan sambutan sekaligus presentasi tentang pengelolaan SMA Al-Hikmah.
Presentasi berlangsung sangat menarik dan menyentuh. Rombongan guru Annuqayah dapat merasakan berbagai macam kelebihan sekolah yang memiliki 210 murid tersebut, mulai dari komitmen pengabdian guru, bimbingan kepada murid, pendidikan karakter (spiritual), dan sebagainya.
”Visi SMA Al-Hikmah adalah membentuk siswa yang berakhlaqul karimah dan berprestasi akademik optimal,” kata Edy di awal presentasi. Ada banyak strategi yang diambil untuk mencapai visi tersebut, mulai dari sistem perekrutan guru, sistem evaluasi, penanaman karakter keagamaan yang kuat, dan sebagainya. Salah satu contohnya, siswa yang akan lulus diwajibkan menghafal Jum ’Amma dan juz pertama dengan maknanya. Siswa yang akan naik kelas dari kelas dua ke kelas tiga diwajibkan membuat karya tulis ilmiah.
”Saya sangat beruntung bisa ikut kegiatan ini, karena dari Al-Hikmah banyak sekali yang menginspirasi saya dan patut dicontoh,” demikian pengakuan Nyai Fathaturrahmah, guru MA 1 Annuqayah Putri saat memulai acara dialog setelah Edy presentasi. Kiai Muzayyin terang-terangan menyatakan ketersentuhannya dengan presentasi Kepala SMA Al-Hikmah yang dapat menggambarkan semangat para guru dan pimpinan untuk benar-benar mendidik siswa-siswanya dengan bekal akhlak dan ilmu. ”Saya sampai menangis karena tersentuh dengan pemaparan Pak Edy,” tuturnya.
Mus’idah Amien, guru SMA 3 Annuqayah menyatakan bahwa ia keburu untuk pulang dan menceritakan serta mencoba menerapkan hal-hal yang terinspirasi dari pengalaman SMA Al-Hikmah. ”Saya keburu untuk kembali ke sekolah kami di Annuqayah, meski perasaan saya berada di antara optimis dan pesimis,” katanya.
Setelah presentasi dan dialog, rombongan Annuqayah melihat secara langsung kegiatan siswa dan guru serta berbagai fasilitas yang ada di sekolah yang mulai beroperasi sejak tahun pelajaran 2005/2006 tersebut.
Sekitar pukul 13.15 WIB, rombongan Annuqayah meninggalkan SMA Al-Hikmah. Akan tetapi, 10 guru Annuqayah tidak ikut rombongan yang pulang karena masih akan magang di Al-Hikmah.
Dari Al-Hikmah, rombongan kembali menuju Masjid Al-Akbar untuk shalat. Rombongan baru meninggalkan Surabaya pada pukul 17.00 WIB dan tiba di Annuqayah jelang tengah malam.

Jumat, April 17, 2009

Banjir Manusia di Halaman MTs 1 Annuqayah

Fandrik Hs Putra, PPA Lubangsa

GULUK-GULUK—Setelah film Laskar Pelangi diputar di beberapa daerah yang ada di PP Annuqayah, seperti di SMA 3 Annuqayah dan di halaman STIKA Putri, kemarin giliran santri putra yang disuguhi film tersebutLaskar Pelangi.
Film yang bercerita tentang ironi dunia pendidikan berlatar pulau Belitong itu dan ditempatkan di halaman MTs 1 Annuqayah Putra mampu menarik santri putra dari berbagai daerah di Annuqayah, seperti Lubangsa, Latee, Lubangsa Selatan, dan lainnya. Bahkan tampak pula masyarakat sekitar dari luar juga turut nimbrung untuk melihat film yang disutradarai oleh Riri Riza tersebut.
Meski sudah ada sebagian santri putra yang nonton film tersebut, seperti siswa SMA Annuqayah dan MA 1 Annuqayah Putra, namun itu tak memengaruhi semangat mereka untuk tetap hadir pada pemutaran film itu. Mereka tetap berbondong-bondong ke halaman MTs 1 Annuqayah Putra.
Halaman MTs itu dibanjiri ribuan santri. Kurang lebih ada sekitar 2000 santri dari berbagai daerah. Seluruh halaman MTs itu dipadati oleh santri. Bahkan panitia harus panjat pagar halaman untuk bisa keluar dari tempat itu.
”Aduuh! saya harus panjat pagar halaman supaya bisa keluar. Tak ada celah sama sekali,” ungkap Fahmi, selaku ketua panitia pemutaran film itu.
”Luar biasa, sudah lama saya ingin melihat film itu. Bahkan saya langsung ke sini usai hadiran Isya,” ungkap Mohammad Wasdi yang sudah lama mendengar kabar akan diputarnya film itu.
Lain halnya dengan Imam Jazuli, salah satu santri Lubangsa. Ia mengungkapkan sangat menyesal sekali tidak langsung standby di halaman MTs. Akibatnya, ia harus rela menonton film itu dari luar pagar halaman. ”Saya nyesel sekali tak langsung hadir. Saya kira masih lama diputarnya,” ungkapnya sedih.
K. Mushthafa, salah seorang Pengurus PP Annuqayah yang hadir memberi komentar soal membludaknya santri malam itu. “Saya heran, kenapa di acara puncak Haflatul Imtihan halaman MTs tidak bisa penuh seperti ini,” ungkapnya singkat.

Pengurus PP Annuqayah Adakan Pemutaran Laskar Pelangi


Ahmad Al Matin, PPA Latee

GULUK-GULUK—Setelah pada Kamis malam (9/4) lalu mengadakan Pemutaran film Laskar Pelangi untuk santri putri, pengurus Pondok Pesantren Pesantren Annuqayah kembali mengadakan pemutaran film yang sama untuk santri putra pada Kamis malam (16/4) kemarin. Pemutaran Film yang dihadiri oleh hampir semua santri putra Annuqayah yang berjumlah sekitar 2000 santri itu diletakkan di halaman MTs 1 Annuqayah Putra, sehingga halaman MTs 1 Annuqayah Putra dipenuhi santri yang ingin menyaksikan pertualang Ikal dkk.
Pemutaran film yang diproduseri oleh Mira Lesmana ini diawali pembacaan fragmen novel Laskar Pelangi oleh Fandrik Hs Putra, santri PPA Lubangsa asal Jember. Ketika film diputar, sontak suara teriakan tanda kegembiraan dari para santri yang hadir pada malam itu terdengar.
“Saya bersyukur sekali dengan hadirnya teman-teman santri ke tempat ini, dan terima kasih atas tanggapan seriusnya,” ungkap K. Mushthafa, sekretaris pengurus Pondok Pesantren Annuqayah yang memberikan sambutan pada acara tersebut.
Berbagai tanggapan dilontarkan para santri dengan adanya pemutaran film ini. Faza Binal Alim misalnya mengungkapkan bahwa dia senang sekali dengan adanya pemutaran film Laskar Pelangi ini. “Akhirnya setelah menunggu cukup lama untuk bisa nonton Laskar Pelangi malam ini keinginan saya itu tercapai,” kata Faza. Dia juga mengatakan bahwa versi filmnya tidak jauh berbeda dengan novelnya. “Sama-sama seru. Apalagi pas Ikal dan kawan-kawan ikut karnaval, lebih lucu,” lanjutnya sambil tersenyum.
Hal senada juga diungkapkan oleh Harirurrahman. Dia merasa senang sekali dengan adanya pemutaran film ini karena acara seperti menurutnya sangat jarang ada di Annuqayah. “Ini kesempatan yang jarang ada di Annuqayah jadi senanglah,” kata Harir. “Kalau masalah cerita, seru banget meski pun saya tidak tahu novelnya kayak apa. Dan film membuat saya berpikir dua kali untuk tidak sekolah,” lanjutnya ketika ditanyakan pendapatnya tentang film yang disutradarai oleh Riri Reza ini.
Film yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata dengan judul yang sama ini bercerita tentang sepuluh orang siswa dan dua orang guru luar biasa, Pak Harfan dan Bu Muslimah, dari pedalaman Pulau Belitong, Sumatera Selatan, yang mempertahankan sekolah mereka yang hampir ‘punah’ disebabkan ketidakpedulian masyarakat dan pemerintah pada satu-satunya sekolah yang berbasis agama di sana.